Dinamika Agama Samawi

agama samawi adalah

Agama Samawi Adalah

Agama Samawi adalah agama yang diyakini turun dari langit berlandaskan wahyu tuhan. Agama samawi berbicara mengenai tiga agama yaitu Islam, Yahudi, Kristen. Agama samawi ini merupakan sebuah konsep yang biasanya diartikan sebagai agama yang turun dari langit berlandaskan wahyu tuhan (bukan dari buah pemikiran manusia). Konsep agama yang bersifat politeisme dan menyembah berdasarkan sifat-sifat kekuatan benda atau imajinasi dari manusia, merupakan langkah awal dalam mencari sebuah kekuatan yang lebih hebat dari manusia atau alam semesta. Hal inilah yang mendasari manusia menyembah matahari, lautan, gunung, pohon besar, hingga patung-patung yang dianggap memiliki kekuatan dan memberi kehidupan.

Perjalanan sejarah para nabi pada pernyataannya memberi garis merah tentang satu hal, yaitu ketauhidan kepada Allah (R. Garaudy, 1991: 151). Berpijak pada hal tersebut, ketika adanya esensi substansi tuhan yang berbeda, berarti ada penyimpangan yang dilakukan oleh manusia dalam keterbatasan pemikirannya.

Konsep Agama Samawi

Konsep pada agama yahudi, nasrani, islam dalam ketuhanan, didasarkan pada Unitarian monoteisme. Doktrin ini mengekspresikan kepercayaan pada satu Tuhan. Al Kitab Ibrani mengatakan : “Dengarkan Israel, Tuhan adalah Allah kita, Tuhan adalah satu”. Al Kitab Injil (ulangan 32;39 mengatakan “Lihatlah Aku Allah yang Esa, Tak ada Allah kecuali Aku”. Al Quran (Al Ikhlas 1) “ Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa”. Ketiga kitab tersebut memiliki kesamaan dari substansinya, yang menjelaskan bahwa Allah-lah Tuhan dari Yahudi, Nasrani dan Islam. Hanya dalam perkembangannya, semua berkembang dengan prinsip kebenarannya sendiri-sendiri dalam bidang syariahnya. Sedang dalam akidah prinsipnya mempercayai keesaan Allah (Bahrudin, 1982: 56).

Kitab Taurat

Kata Taurat bersumber dari bahasa Ibrani: “Thora” yang berarti syariat atau hukum. Kitab Taurat memang diturunkan dalam bahasa Ibrani. Inti dari kitab ini adalah Sepuluh firman atau Perintah (Ten Commandements) Allah SWT yang diterima oleh Nabi Musa A.S saat berada di puncak gunung Thursina. Sepuluh Firman atau Perintah yang berisikan mengenai akidah (keyakinan), serta syariat (kebaktian) itu tercantum dalam kitab Keluaran pasal 20: 1-17, dan Kitab Ulangan pasal 5: 1-21.

Sepuluh Perintah Allah SWT itu berisikan: keharusan mengakui ke-Esa-an Allah dan mencintai-Nya. Larangan menyembah berhala atau patung, sebab Allah SWT tidak dapat diserupakan dengan makhluk-makhluk-Nya baik yang ada di langit, di darat, maupun di air. Perintah menyebut nama Allah SWT dengan hormat. Perintah memuliakan hari Sabat (sabtu). Perintah menghormati ayah-ibu. Larangan membunuh sesama manusia. Larangan berbuat cabul (mendekati zina). Larangan mencuri. Larangan berdusta (menjadi saksi palsu). Larangan berkeinginan mempunyai atau menguasai barang orang lain dengan cara yang tidak tepat. Selain Sepuluh Firman atau Perintah Allah SWT itu, Nabi Musa A.S juga menerima wahyu lain tentang cara melakukan sholat, berqurban, upacara, dan lain sebagainya. Dalam menyiarkan ajaran tersebut, Nabi Musa A.S dibantu oleh saudaranya, Nabi Harun A.S (Asy-Syaekh, 1994: 51).

Kitab Injil

Kata Injil, semula bersumber dari bahasa Yunani evangelion yang bermakna kabar gembira. Lalu, kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi Injil. Arti dari kabar gembira yang dimaksud adalah karena Nabi Isa A.S menggembirakan umat-umatnya dengan berita akan kedatangan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT yang terakhir. Selain berisi keesaan Allah, kitab ini juga berisikan mengenai puji-pujian untuk mengajak zuhud, yaitu pola hidup yang tidak mengutamakan hal-hal bersifat duniawi. Isi Injil Barnabas banyak persamaannya dengan Al-Quran. Sebab, dalam kitab tersebut diterangkan bahwa: Yesus tidak disalib, yang disalib sebenarnya Yudas Iskariot yang telah diserupakan oleh Tuhan (rupa dan suaranya) dengan Yesus atau Isa A.S. Sedangkan Yesus sendiri loncat bersama malaikat dan terus diangkat untuk bertemu Allah SWT (Pasal 215, 216, dan 217). Yesus bukanlah anak Allah, bukan pula Tuhan, tetapi seorang Rasul (utusan) Allah (Djamannuri, 2002: 81).

Injil Dicache yaitu Injil dengan sudut pandang baru, yang terungkap di Yerusalem, berisikan 20 butir kabar gembira tentang Nabi Muhammad SAW. Pertama, seluruh kitab samawi (baik Taurat maupun Injil) menyebutkan bahwa Al-Masih adalah sosok yang mampu meruntuhkan kekaisaran Romawi. Kedua, Injil Didache tidak menyebutkan bahwa Nabi Isa A.S adalah nabi yang akan diutus di akhir zaman. Kitab ini justru mengatakan bahwa penganut Kristen yang tidak mengimani Nabi Muhammad akan dikutuk. Ketiga, Sebutan orang Kristen (AI-Masihi) baru diberikan kepada murid-murid Yesus (An-Nashara) setelah AI-Kitab diubah pada Konsili Nicea tahun 325 M. Keempat, orang-orang Yahudi memberikan sebutan `Mesias’ atau `Al-Masih Pemimpin’ kepada nabi yang sangat ditunggu-tunggu, yang akan datang seperti Musa. Mereka menyebutkan bahwa julukan “Anak Tuhan” dan julukan `Tuhan’ di dalam Mazmur adalah julukan-julukan nabi itu. Sedangkan Isa menolak julukan tersebut.

Esensi Tiga Kitab Suci

Dimensi isi yang termaktub dalam Taurat dan Injil juga dijelaskan kembali dalam AlQuran. Esensi dalam ketiga kitab tersebut salah satnya adalah mengharuskan untuk mempercayai keesaan Allah dan mempercayai Rasul terakhir yaitu nabi Muhammad SAW. Lalu, mengapa terjadi perbedaan antara Yahudi, Nasrani dan Islam yang berasal dari satu tuhan ? Salah satu alasanya adalah, sesudah Nabi Musa AS wafat, isi kitab Taurat telah diubah oleh pemuka Yahudi. Beberapa firman Allah SWT dalam kitab tersebut mereka gelapkan, sebagaimana telah difirmankan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an. “Dan mereka tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya saat mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia.” Jawablah (ya Muhammad): “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan apa yang kamu dan bapak-bapak kamu belum ketahui.” Katakanlah: “Allah (telah menurunkannya)”. Kemudian biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (QS. Al An’am: 91).

Munculnya Berbagai Aliran dalam Sebuah Agama

Hal serupa terjadi pada pengikut Nabi Isa A.S, para pengikut nabi Isa, menganggap sebagai Tuhan atau anak Tuhan yang disalib. Dijawab dalam firman Allah dalam QS. Ali Imraan: 55 dan QS. An-Nisaa‟: 155-159 (Effendi, 2012: 29).

Munculnya aliran di masing-masing agama tersebut, menghilangkan esensi dari ketauhidan kepada Allah. Di Islam muncul beragam aliran termasuk aliran-aliran sesat, seperti yang kini sedang menjadi perbincangan hangat yaitu, aliran Syiah dan Wahabi. Di agama Nasrani juga terdapat perbedaan paham yang memunculkan paham Khatolik, Protestan, Ortodox, ditambah kitab suci Injil yang beraneka versi penulis. Di agama Yahudi juga terbagi yang taat (ketaatan pada keesaan Allah) dan ingkar (berupa penyembahan setan (Luciferian), nama ilmunya sihir kabbalah). Agama Nasrani ini meluas, dibawa oleh Paulus sampai ke Yunani dan Eropa.

Traditio Konstituve

Ajaran Paulus yang dianggap baru, yaitu mengenai anggapan bahwa Yesus adalah Kristus atau Tuhan. Padahal ia bukan murid Yesus dan belum pernah berjumpa dengan Yesus. Hal ini memunculkan konsep baru, sebagaimana termuat dalam kredo iman rasuli yaitu Tritunggal yang meliputi dari Allah Bapa, Allah Putera dan Roh Kudus. Ketiganya adalah pribadi Allah dan pribadi tersebut adalah Allah. Kitab yang masih terdapat kesamaan dengan Al-Quran adalah, dalam Al Kitab perjanjian lama (Bibel), sedangkan kitab yang beredar sekarang adalah kitab perjanjian baru yaitu Markus (60 M), Matius (70 M), Lukas (75 M), dan Yahya (100 M). Ditambah adanya tradisi yang dilakukan oleh pihak gereja tentang Traditio Dekratative, yang artinya gereja adalah satu-satunya badan yang dapat menjelaskan isi kitab tanpa berbuat salah. Kedua, Traditio Konstituve, yaitu gereja memiliki tradisi yang melengkapi isi kitab suci, sehingga tidak dimungkinkan para pengikut bangsa Nasrani untuk melakukan kritik analisis pada ajaran tersebut. Termasuk dalam konsep syariah bangsa Nasrani yaitu menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah. Contoh: membolehkan memakan daging babi.

Dalam konsep ibadah, ditandai dengan melakukan tata cara peribadatan yang tidak diperintahkan Allah. Contoh: berdoa, tunduk, atau sujud di hadapan patung. Padahal dalam 10 Perintah Tuhan di Exodus 20:4-5 Allah melarang manusia membuat patung apa pun: 20:4, Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku (Exodus 20:4-5) (Effendi, 2012: 31).

Sekian dulu ya artikel Bertutur kali ini, semoga bisa bermanfaat untuk kalian semua, terus kunjungi bertutur tiap harinya ya buat cek artikel-artikel terbaru dari Mintur.

Daftar Sumber

  • Buku
  1. As‟ad Bayudh attamimi, Asy-Saekh. 1994. Impian Yahudi dan Kehancurannya Menurut AlQuran. Jakarta: Gema Insane Press.
  2. Daya, Bahrudin. 1982. Agama Yahudi. Yogyakarta: PT Bagus Arafah.
  3. Djam‟annuri. 2002. Agama Kita: Perspektif Sejarah Agama-Agama (Sebuah Pengantar). Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
  4. Effendi. 2012. Pesan-pesan Al-Quran: Mencoba Mengerti Intisari Kitab Suci. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
  5. El Marzdedeq, A.D. 2005. Parasit Aqidah. Bandung: Syaamil Cipta Media.
  6. Garaudy, R. 1991. Zionis (Sebuah Gerakan Keagamaan dan Politik). Jakarta: Buku Andalan.
  • Artikel dalam Jurnal:
  1. Amaliyah. “Satu Tuhan Tiga Agama (Yahudi, Nasrani, Islam di Yerusalem)” dalam Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, (2017), hlm. 185-190.
0 0 votes
Beri Kami Nilai
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments