Daftar Isi
ToggleApa itu Rijsttafel ?
Pemerintahan kolonial Belanda tidak hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah tentang penjajahan, namun juga meninggalkan beberapa warisan budaya campuran yang terjadi di Nusantara. Salah satunya adalah budaya Rijsttafel. Budaya Rijsttafel sendiri dalam perkembangannya digunakan untuk memperkenalkan kekayaan budaya Belanda kepada negara jajahan mereka, dengan menjamu para tamu dalam hidangan Rijsttafel. Kata Rijsttafel berasal dari bahasa Belanda, rijs artinya nasi dan tafel artinya meja, jadi Rijsttafel adalah meja nasi. Pengertian Rijsttafel merupakan hidangan jamuan makan yang disajikan diatas meja makan lengkap dengan lauk pauknya yang berupa masakan pribumi dan konsep Rijsttafel dibuat oleh orang-orang Belanda yang tinggal di Indonesia (Djoko, 2014: 5).
Akulturasi Budaya Rijsttafel
Budaya Rijsttafel sendiri pada dasarnya merupakan kebiasaan makan, atau budaya makan yang mempunyai unsur unik di dalamnya. Budaya ini identik dengan budaya orang-orang Belanda di daerah jajahannya. Uniknya, budaya ini terdiri dari masakan pribumi, dengan tata cara makan ala bangsa Eropa. Berkat budaya inilah, masakan pribumi menjadi lebih bergengsi karena dimakan dengan gaya orang-orang Belanda. Penggunaan meja makan, piring, sendok, dan peralatan makan lainnya digunakan saat menyantap hidangan Rijsttafel. Awalnya budaya ini hanya diterapkan oleh keluarga Belanda yang menikahi Nyai sehingga keturunannya blasteran Jawa-Belanda yang disebut sebagai orang Indo. Setiap harinya, yang mengurus kehidupan rumah tangga orang-orang Belanda adalah Nyai yang merupakan orang pribumi. Tentunya, para Nyai ini terbiasa membuat hidangan lokal Sehingga, orang-orang Belanda menjadi terbiasa dengan masakan ataupun makanan yang dibuat oleh istrinya tersebut. Meskipun begitu, orang-orang Belanda tetap dengan budayanya sendiri saat menyantap hidangan makanan, dengan menggunakan meja makan dan peralatan makan lainnya. (Fadly, 2016: 40).
Perkembangan Budaya
Masyarakat pribumi di luar golongan bangsawan, pada umumnya merupakan masyarakat yang sederhana dan tidak terlalu bermewah-mewahan dalam segala hal. Hal tersebut yang membedakan masyarakat pribumi dengan orang-orang Belanda, sehingga terdapat hierarki dan diskriminasi pada masyarakat saat pemerintahan Hindia-Belanda. Budaya Rijsttafel yang pada dasarnya hanya budaya makan biasa dengan hidangan masakan pribumi dan tata cara makan ala bangsa Eropa, kemudian berkembang menjadi suatu budaya makan yang menyimbolkan kemewahan bangsa kolonial. Hidangan yang disajikan bisa mencapai 20-30 porsi piring, yang disajikan lengkap dengan para pelayannya dari kalangan pribumi (Agung, 2019: 38).
Selain sebagai budaya campuran, budaya Rijsttafel bisa dijadikan sebagai pertunjukan kuliner dan menunjukan identitas pribumi melalui masakan-masakan yang disajikan dalam jamuan makan Rijsttafel. Jamuan malam ini terdiri dari berbagai macam sambal, seperti sambal ulek, sambal goreng udang, sambal goreng kacang, sambal goreng kering, sambal goreng ati ayam, dan sambal telor. Ketika para tamu dari Eropa berkunjung ke Keraton yang ada di Yogyakarta, terdapat perbedaan sajian yang dihidangkan saat menjamu para tamu Eropa ketika di meja makan. Biasanya, hanya disajikan beberapa makanan tradisional khas Jawa, namun ketika menjamu tamu Eropa hidangannya relatif banyak dan bervariasi. Menu-menu yang disajikan oleh elite pribumi terhadap tamu Eropa disesuaikan dengan selera bangsa Barat. Misalnya, untuk menjamu bangsa Eropa dalam jamuan Rijstaffel, biasanya disuguhkan minimal beralkohol seperti bir dan lainnya (Marwati, 1990: 3-5).
Adanya Resep Makanan
Budaya Rijsttafel juga berkembang di luar Jawa pada masa kolonial sekitar tahun 1907. Perkembangan budaya ini, terbantu juga berkat adanya buku-buku masak (pada masa kolonial disebut sebagai kookboek), serta iklan-iklan dan surat kabar yang didalamnya tercantum resep makanan, sehingga eksistensi dari budaya Rijsttafel semakin berkembang. Hal ini menjadi sangat esensial, terutama bagi pengetahuan wanita pribumi. Dengan banyaknya resep-resep masakan yang dipelajari, maka akan semakin banyak pula variasi masakan yang akan dibuat. Adapun beberapa menu khas Belanda juga disajikan dalam jamuan ini yang sudah disesuaikan seperti sup sayur, kroket kentang, salad, pudding, roti, aneka olahan jamur, rolade, bistik, daging sapi, ayam, kopi, teh, anggur merah, es ceri, dan lain sebagainya (Teguh, 2020: 65).
Daftar Sumber
- Buku
- Djoko Soekiman. 2014. Kebudayaan Indis Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi. Depok: Komunitas Bambu.
- Fadly Rahman. 2016. Rijsttafel: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870-1942. Jakarta: Gramedia.
- Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
- Teguh Hindarto. 2020. Bukan Kota Tanpa Masa Lalu. Yogyakarta: Deepublish.
- Jurnal
- Agung Gita Subakti. 2019. Mengenal Pelayanan Rijsttafel Sebagai Bagian Warisan Kolonial Belanda. Jurnal Sains Terapan Pariwisata; Bias Nusantara University. Vol 4. No. 2.
[…] Baca Juga […]