Daftar Isi
ToggleKeterlibatan Angkatan Udara Republik Indonesia dalam Peristiwa G30S
Peristiwa G30S menimbulkan perubahan tersendiri bagi AURI. Keterlibatan beberapa oknum di dalamnya, mengakibatkan munculnya kesangsian bahwa AURI akan bersungguh-sungguh menindak para pelaku G30S. AURI secara aktif bertindak dengan tegas menumpas G30S, dan mereka mempertegas sikapnya untuk tetap menjaga kekompakan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesa) (Alex, 1997: 190-194).
Sikap yang Diambil
Pada 17 Oktober 1965, AURI telah mengeluarkan pernyataan yang pada pokoknya berisi dua hal: 1. PIA (Persatuan Istri AURI) tidak menganut aliran politik manapun serta tidak bergabung dalam institusi massa apapun dan menyatakan tetap berdiri di belakang kepala negara, 2. PIA mengutuk perbuatan-perbuatan yang melanggar kesusilaan dan biadab G30S. Jika ternyata ada anggota PIA yang tersangkut, maka dengan tegas akan diambil tindakan dan akan dipecat. Pada 20 November 1965, telah berlangsung rapat di Departemen AURI yang dipimpin oleh Men/Pangau Sri Mulyono dan dihadiri oleh para pejabat/pimpinan staff departemen, para panglima komando fungsionil dan para panglima regional angkatan udara. Dalam rapat kerja tersebut menunjukkan keseriusan AURI dalam menata ulang institusi pasca G30S. Institusi ini juga akan membersihkan seluruh staff dan prajuritnya dari oknum yang terlibat G30S, dan menegaskan bahwa mereka berada pada pihak yang sama dengan institusi militer lainnya untuk menghadapi G30S. Hal ini penting, mengingat selama ini hubungan antara AURI dengan angkatan lain kurang harmonis. Apalagi pada pidato Suharto di awal Oktober 1965, institusi satu ini tidak disebutkan melakukan kerjasama seperti halnya lainnya (Benedicta, 1999: 65-66).
Keterlibatan Pasukan Gerak Tjepat (PGT)
Pada 20 Oktober 1965, komando pengusutan AURI mengeluarkan pernyataan bahwa menurut penyelidikan, pasukan AURI yang dicurigai punya andil dalam G30S yaitu, Pasukan Gerak Tjepat (PGT) ternyata tidak terbukti terlibat dalam G30S. Pernyataan tersebut kemudian disiarkan dan disebarluaskan untuk menghilangkan keraguan masyarakat terhadap PGT AURI sebagai abdi masyarakat yang berlandaskan Pancasila.
Selain mengadakan pengusutan terhadap PGT, AURI juga melakukan sensus senjata/amunisi anggota Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP). Hal ini diperlukan karena keterlibatan Komandan Resimen PPP, Mayor Soejono dalam G30S. dengan pengusutan ini, maka dapat diketahui jumlah senjata/amunisi yang telah disalahgunakan serta anggota PPP yang terlibat G30S (Christiano, 1980: 68).
Campur Tangan AD
Dampak dari G30S terhadap tubuh militer Indonesia pun terasa saat AD (Angkatan Darat) melakukan campur tangan terhadap institusi internal AURI , tepatnya saat menjelang berakhirnya kepemimpinan Omar Dani. Soeharto berusaha mengambil alih kepemimpinan para perwira yang baru pulang dari luar negeri. Sri Bima sebagai perwira AURI diharapkan tidak mengikuti instruksi Men/Pangau Omar Dani, karena panglimanya terlibat dalam G30S. Lebih lanjut, ia diharapkan mengikuti garis koordinasi yang baru, di bawah komando Mayjen Soeharto. Dengan demikian, Soeharto telah bertindak agar seorang bawahan membangkang terhadap atasannya. Ketika AURI dipimpin oleh Men/Pangau Mulyono Herlambang, campur tangan AD dalam menyingkirkan kelompok Soekarnois dalam tubuh AURI semakin terlihat.
Pengangkatan Komodor Roesmin Nurjadin untuk menduduki jabatan Men/Pangau juga, tidak berdasarkan permintaan dan pertimbangan Presiden Soekarno. Pengangkatan tersebut lebih disebabkan oleh permintaan hasil rapat Dewan AURI yang didominasi kelompo perwira Pro-Angkatan Darat. Bahkan, ketika Roesmin di angkat, Sri Mulyono justru sedang dijadikan tahanan rumah oleh CPM Angkatan Darat. Sangat wajar jika dalam kesempatan upacara pelantikan Roesmin Nurjadin di Istana Negara 7 April 1966, isi pidato Soekarno lebih menunjukkan ketidaklaziman alasan pengangkatan Men/Pangau. Kebijakan Roesmin lebih menunjukkan sikapnya dalam mendukung AD. Hal ini tampak dari adanya instruksi untuk mencabut hak khusus para pendahulunya, Omar Dani dan Suryadarma. Kebijakan yang ditempuh Roesmin juga cenderung menguntungkan kampanye politik AD menuju kekuasaan, karena sikapnya yang netral terhadap Presiden Soekarno. Angkatan Udara yang Soekarnois merupakan batu sandungan Angkatan Darat, karena itu di bawah kepemimpinan Roesmin, diharapkan dapat bersikap netral atau mendukung peralihan kekuasaan yang baru (Imran, 2003: 115).
Perubahan Angkatan Udara Republik Indonesia Akibat G30S
Dengan demikian, implikasi utama yang dilahirkan adalah terjadinya perubahan AURI akibat G30S. Pasca kejadian ini, terjadilah perubahan yang berdampak pada berkurangnya pengaruh institusi ini sebagai salah satu kekuatan politik nasional. Jika pada masa sebelumnya AURI secara otonom adalah angkatan yang secara politis mendukung kebijakan Presiden Soekarno, maka pasca Supersemar, AURI tidak lagi dapat bertindak secara otonom. Sebagai kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara, di bawah komando panglimanya yang Soekarnois, AURI menjadi kekuatan penting untuk mempertahankan suatu kekuasaan negara. Bukan sesuatu yang mustahil apabila angkatan udara bertindak membela Presiden Soekarno dengan kekuatan bersenjata, maka akan menimbulkan perang saudara sesama angkatan bersenjata. Namun institusi ini lebih memilih untuk mempraktikan doktrik Swa Bhuana Phaksa dengan memilih keutuhan AURI, ABRI, dan NKRI (Soe Hok Gie, 1983: 159-209).
Daftar Sumber
- Buku
- Alex Dinuth. 1997. Dokumen Terpilih G.30.S/PKI. Jakarta: Intermasa. 190-194.
- Benedicta A. Surodjo. 1999. Tuhan Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku: Pledoi Omar Dani. Jakarta: ISAI. 65-66.
- Christiano Wibisono. 1980. Aksi-aksi Tritura. Jakarta: Yayasan Management Informasi. 68.
- Imran Hasibuan. 2003. Loyalitas Tanpa Pamrih; Biografi Marsekal (Purn) Ashadi Tjahjadi. Jakarta: 115.
- Soe Hok Gie. 1983. Catatan Seorang Demonstran. Jakarta: LP3ES. 159-209.
- Sri Mulyono Herlambang. 2000. Pengabdianku: Hanya Untukmu Negara dan Bangsaku. Jakarta: R. A. Media Specialist. 103-104.