Indonesia keluar dari PBB: Alasan hingga Masuknya Kembali

indonesia keluar dari pbb

Alasan Indonesia Keluar dari PBB

Pidato Presiden Soekarno di depan sidang Majelis Umum PBB pada 30 September 1960, mengenai saran dan desakan retooling PBB, menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia merasa tidak puas terhadap PBB. Walaupun merasa tidak puas, Indonesia tetap menjadi anggota PBB, sekalipun saran-saran yang dikemukakan tidak mendapat sambutan serius dari PBB. Pemerintah Indonesia juga tidak memutuskan untuk meninggalkan organisasi dunia tersebut. Adapun yang menjadi alasan keluarnya Indonesia dari PBB pada Januari 1965, disebabkan oleh persengketaannya dengan Malaysia dan bukan karena ketidaksempurnaan badan internasional itu (Sugeng, 1994: 127).

Malaysia Menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB

Sebab keluarnya Indonesia dari PBB adalah keinginan Federasi Malaysia yang dikenal dengan nama Persekutuan Tanah Melayu, untuk menggabungkan Borneo Utara, Sarawak, dan Singapura menjadi satu negara baru. Indonesia sudah mencurigainya sebagai upaya untuk memecah belah Asia Tenggara sejak 1961. Namun, segala kecaman tak membuahkan hasil kongkrit. Justru pada September 1963 Malaysia lahir di bawah persetujuan Inggris. Soekarno menilai pembentukan Malaysia adalah suatu proyek kolonialisme Barat yang akan mengancam eksistensi Indonesia yang baru saja merdeka. Soekarno memandang Malaysia sebagai negara boneka bentukan Inggris. Inggris dianggap akan menggunakan negara baru di Semenanjung Malaya untuk mengetatkan kontrol kekuasaan. Dengan kata lain, Inggris hendak melanjutkan kolonialisme dengan cara baru (May, 2002: 102).

Saat suasana sedang tidak baik-baik saja di ranah diplomatik, hingga terjadinya kontak senjata di Kalimantan Utara, muncul rencana Malaysia akan dimasukkan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Mendengar hal tersebut, Soekarno tambah kesal. Pada 1964, ia mengancam PBB bahwa Indonesia akan keluar sebagai anggota jika rencana tersebut benar dilakukan. Pada awal 1965, Malaysia benar-benar diangkat sebagai anggota tidak tetap PBB. Sekertaris Jenderal PBB, U Thant, secara personal menghubungi Soekarno, sayangnya keputusan Soekarno sudah bulat. Keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB itu diberitahukan secara resmi dengan surat Menteri Luar Negeri dr. Subandrio, pada 20 Januari 1965 (Sukarwisini, 2012: 25).

Keluarnya Indonesia dari PBB

Setelah keluarnya Indonesia dari PBB, Soekarno mendeklarasikan berdirinya Conference of the New Emerging Forces (CONEFO). CONEFO dalam anggapan Soekarno, merupakan kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang. Organisasi ini didirikan dengan tujuan untuk menyaingi Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet) yang tengah konflik untuk saling memperebutkan pengaruh ideologinya. Anggota CONEFO antara lain Indonesia, RRC, Korea Utara dan Vietnam Utara. Sementara pengamatnya antara lain Uni Soviet, Kuba, Yugoslavia, Republik Arab Bersatu, dan Organisasi Pembebas Palestina (PLO). Organisasi ini dibuat bertujuan sebagai kekuatan alternatif PBB, dan untuk mewadahi negara-negara dunia ketiga dalam posisi netral selama Perang Dingin (Ernest, 1922: 1).

Politik Indonesia untuk keluar dari PBB, ternyata tidak membawa kepada tercapainya sasaran-sasaran yang dikehendaki dan juga tidak memberikan manfaat kepada Indonesia sendiri. Sebagai lazimnya, keadaan politik dalam negeri suatu negara menentukan pula garis politik luar negeri negara itu. Demikian halnya dengan Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin. Politik luar negeri Indonesia merupakan politik luar negeri yang revolusioner, yang sesuai dengan garis-garis politik dalam negerinya (Hans, 1948: 229-31).

Bergabung Kembali Bersama PBB

Peristiwa G30S, yang tejadi beberapa bulan usai Indonesia keluar dari PBB, ternyata menjadi bibit penggembosan kekuasaan Soekarno. Dua tahun usai tragedi pembantaian ratusan ribu anggota PKI dan yang tertuduh, rupanya cita-cita Inggris berhasil, yaitu MPRS berhasil mencabut status Soekarno dan Soeharto dilantik sebagai presiden RI yang baru. Melalui sebuah pesan tertulis kepada Sekjen PBB tanggal 19 September 1966, Indonesia menyatakan keinginannya untuk kembali jadi anggota PBB. Keinginan ini disambut hangat sidang Majelis Umum PBB yang digelar pada 28 September 1966. Perwakilan Indonesia kembali aktif di markas PBB. Bantuan internasional kembali mengalir ke Indonesia dan beragam investasi asing dari Inggris dan negara-negara “nekolim” lainnya (Suharto, 2010: 432).

Cukup sekian dulu deh artikel kali ini, terus kunjungin bertutur.com secara berkala ya Kawantur, dan jangan lewatkan artikel-artikel menarik lainnya. have a nice day.

Daftar Sumber

  • Buku
  1. Hans Kelsen. 1948. Withdrawal from the United Nations. Inggris: Cambridge University Press.
  2. May Rudy. 2002. Hukum Internasional. Bandung: PT Refika Aditama.
  3. Sir Ernest Satow. 1922. A Guide to Diplomatic Practice. New York: Longman Green.
  4. Sugeng Istanto. 1994. Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
  5. Suharto. 2010. Trikora dan Dwikora. Jakarta: PT Ichtiar Baru.
  6. Sukarwisini Djelantik. 2012. Diplomasi Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
0 0 votes
Beri Kami Nilai
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments