Ketika Napoleon Menunjuk Willem Daendels Menjadi Gubernur di Jawa

ketika napoleon menunjuk willem daendels menjadi gubernur di jawa

Pada salah satu periode di Jawa, Napoleon sempat menunjuk Willem Daendels menjadi gubernur di Jawa. Hal itu terjadi karena Pada saat itu, Belanda sempat dikuasai oleh Prancis. Campur tangan Prancis dalam urusan perdagangan Belanda, bertambah besar pada 1818, saat penggabungan negara ini ke dalam Prancis. Penggabungan ini merupakan salah satu konsekuensi blockade continental. Dekrit Berlin pada 21November 1806 dan Milan pada 17 Desember 1807 bertujuan untuk mengancurkan Inggris dengan menutup ekspornya ke Eropa ~produk hasil industri dan bahan pangan kolonial~, tetapi Louis Napoleon Bonaparte yang menjadi Raja Belanda tidak mengetahui perintah kakaknya. Dia membuka Pelabuhan-pelabuhannya menjadi bangunan netral yang dikontrol oleh Inggris. Hal ini menyebabkan, dia diturunkan dari jabatannya. Dengan demikian, bukan untuk pertama kalinya terjadi konflik antara Inggris dan Prancis sehingga dapat dikatakan, bahwa Jawa bergantung pada politik Prancis. Armada Suffren telah menyelamatkan koloni Belanda pada 1782 dengan kemenangannya di Trinkomali, Sailan (Sri Lanka) (Bernard, 1838: 12). Meskipun demikian, pada Juli 1810, Napoleon menurunkan saudaranya Louis, Raja Belanda, dan menggabungkan Republik Batavia ke kaisaran Prancis.

Penggabungan Republik Batavia ke Kaisaran Prancis

Begitu peristiwa itu diketahui pada bulan Februari 1811, enam bulan setelah proklamasi oleh Napoleon, Gubernur Jenderal Daendels yang tiba di Jawa pada Januari 1808 memutuskan untuk segera menaikan bendera Prancis di gedung-gedung pemerintah Batavia. “Periode Prancis” tepatnya hanya berlangsung tujuh bulan, dari Februari sampai Agustus 1811, tetapi pemerintahan Marsekal Daendels yang tegas dan kejam dengan gaya pejabat pemerintah daerah imperial, bagi bangsa Indonesia sama juga halnya bagi orang Belanda, bagaikan goncangan yang sangat keras dan menjadi periode yang kontroversial (Bernard, 1838: 15).

Pada awal 1811, kekaisaran pertama hanya mempunyai satu koloni, yaitu pulau Jawa, yang menurut Bernard de Saxe Weimar Eisenbach “Satu-satunya yang tegak di Samudera Hindia seperti menantang kekuatan Inggris”. Situasi dramatis ini menyebabkan Louis, adik Napoleon yang sementara waktu menjadi Raja Belanda, mengangkat gubernur baru untuk Hindia-Timur. Dia adalah Herman Willem Daendels seorang partisan politik revolusi Prancis yang teguh, seorang perwira tinggi yang paling menonjol di antara orang-orang Belanda yang dikucilkan, yang berperang dalam jajaran pasukan Prancis (Collet, 1910: 37).

Perjalanan Karir Militer Willem Daendels

Marsekal Herman Willem Daendels (1762-1818) memang sudah sepatutnya terpilih untuk melaksanakan misi sesulit itu untuk mencapai target yang diharapkam. Daendels memulai karir militernya di awal revolusi Prancis sebagai kepala batalyon pasukan asing dan berperan aktif dalam kemenangan Jemmapes yang diraih oleh Jenderal Dumouriez pada 14 Agustus 1729. Tahun yang sama, Daendels dipromosikan ke divisi umum, dan pada 1792, 1793, dan 1794 ia berperang dengan berani dijajaran pasukan di utara, di bawah pimpinan Jenderal Pichegru, Souham, dan Dumonnceau. Pada 1796, ia ikut ambil bagian dalam perjalanan menuju sungai Rhein untuk memperkuat pasukan Sambre dan Meuse. Pada 1797, selama 11 minggu ia pergi bersama 17.000 tentara untuk menggagalkan invasi Irlandia.

Pada 1789 dan sampai perdamaian Amiens, ia mendapat komando bersama dengan Jenderal Joubert di beberapa divisi yang bertanggung jawab atas pertahanan di Republik Batavia yang baru saja masuk menjadi bagian dari Prancis. Pada 9 Januari 1808, Daendels menjadi pimpinan bergaya murni Napoleon. Kekuasaannya meluas seperti misi yang diperintahnya ke seluruh daerah kekuasaan Belanda di Asia, yaitu Maluku terutama Ambon, Ternate, dan Banda; Sulawesi dengan pusatnya Makassar, sebagian dari pulau Timor; Banjarmasin, daerah Padang dan Palembang (Collet, 1910: 40).

Dengan alasan kesehatan dan setelah mempertimbangkan untuk memindahkan ibu kota Kepulauan Hindia ke Surabaya, yang menurutnya memiliki posisi jauh lebih baik untuk pangkalan operasi militer dibanding dengan Batavia, Daendels akhirnya memindahkan bangunan-bangunan administrative dari kota tua di Batavia ke daerah Weltevreden yang lebih mudah dijangkau dari kediamannya di Buitenzorg. Daendels juga belajar dari Napoleon akan pentingnya strategi menjalankan komunikasi dengan baik, terutama untuk pembuatan jalan-jalan baru; yang paling terkenal adalah jalan yang menghubungkan Anyer-Panarukan. Daendels merupakan gubernur pertama yang memberikan kebebasan beragama sepenuhnya di Jawa, tetapi sebagai mantan jenderal dalam Revolusi Prancis, secara pribadi dia tidak mengacuhkan soal agama. Dia lebih mengutamakan pentingnya peran pimpinan agama yang ditawarkan untuk menjadi pegawai. Daendels memutuskan bahwa pangeran di Jawa harus dipilih dan ditunjuk oleh pemerintah, yang berarti menjadi pegawai negeri. Setahun kemudian, Daendels ke Yogyakarta untuk menurunkan Sultan Mataram dan menggantinya dengan putranya. Dalam waktu yang sama Daendels menghapuskan semua hantaran penduduk ke Susuhunan Surakarta (Kaisar Solo). Kebijakan yang keras ini sangat memalukan pangeran Jawa yang beberapa diantaranya masih memiliki prestise dan kekuasaan atas rakyatnya. Mereka lambat laun menerima kedatangan militer Inggris (Toer, 2005: 26).

Penguatan Tentara oleh Willem Daendels

Karena situasi ekonomi yang sangat menyedihkan, dan pemerintah tidak memiliki dana lagi, Daendels dengan terpaksa menyetujui adanya perhatian khusus mengenai hal ini, terutama untuk melancarkan kembali pertanian disertai pengawasan umum untuk penanaman kopi. Daendels juga memberikan perhatian besar terhadap konstruksi benteng kokoh yang dikerjakan oleh 750 pekerja. Benteng ini bernama Fort de Louis, dekat kota Surabaya. Dalam perkembangannya, Daendels seperti ahli angkatan darat, dia memberi perhatian lebih besar lagi pada penguatan tentara yang jumlahnya delapan sampai sepuluh ribu orang ketika dia tiba di Jawa. Pada 18 Januari 1811, pelaut Claudius Civilis membawa berita resmi ke koloni, bahwa pulau Jawa menjadi bagian dari Prancis karena, pada 1810 Napoleon memasukkan Republik Batavia. Daendels tanpa kehilangan waktu segera menaikan bendera Prancis di Batavia meski tanda dominasi asing itu melukai perasaan nasionalisme mantan koloni Belanda ini. Tidak lama kemudian, Daendels dipanggil kembali oleh Napoleon dan digantikan oleh Jenderal Deacen yang dibantu oleh Jan Willem Janssens. Pada 13 September 1811, Janssens mentandatangani penyerahan pulau Jawa kepada Inggris (Raffles, 1824: 48).

Daftar Sumber

  • Buku
  1. Bernard, Duc de Saxe-Weimar Eisenbach. 1838. Precis de la campagne de Java en 1811. La Haye: Lejeune.
  2. Collet, Octave J. A. 1910. Lile de Java sous la domination francais. Bruxelles: Librairie Falks Fils.
  3. Crawfurd, John. 1820. History of the Indian Archipelago. Edinburgh: Constable.
  4. Raffles, Sir Thomas Stamford dan Crawfurd John. 1824. Description geographique, historique et commerciale de Java et des autres iles de I’archipel Indien. Bruxelles: Chez H. Tarlier.
  5. Toer, Pramoedya Ananta. 2005. Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. Jakarta: Lentera Dipantara.
0 0 votes
Beri Kami Nilai
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments