Lapangan sepak bola Sriwedari menjadi salah satu stadion penting dalam kemajuan sepak bola pribumi. Yang pada saat itu sedang berusaha menunjukkan bahwa orang-orang pribumi bisa menyetarakan diri dengan persatuan sepak bola orang-orang Belanda di Hindia-Belanda.

Penyusunan Program Stedenternoii

Terbentuknya badan persatuan sepak bola nasional di Indonesia (PSSI) pada 19 April 1930, melahirkan semangat baru dalam persepakbolaan pribumi. Sepertinya PSSI tidak mau buang-buang waktu. Setelah pendiriannya mereka langsung merencanakan suatu langkah untuk bisa menyaingi bond-bond sepak bola yang berada di bawah naungan NIVB. Bond tersebut adalah VBO Surabaya, SVB Semarang, VBBO Bandung, MVB Malang, VBDO Yogyakarta, dan VBS Surakarta. Langkah yang diambil adalah membuat kompetisi stedenternoii ~yang lebih kita kenal dengan nama perserikatan~ (Saputra, 2010:48).

Soeratin beserta jajarannya segera menyusun program stedenternoii agar bisa berlangsung dengan baik. PSSI juga mewajibkan para bond untuk membuat sebuah kompetisi internal untuk strata 1 dan 2. Selanjutnya barulah melaju ke tingkatan stedenternoii atau perserikatan yang dimulai pada 1931 di Solo. Himbauan PSSI untuk membuat kompetisi internal kepada para bond maksudnya agar pemain yang nantinya akan bertanding pada tingkatan stedenternoii adalah para pemain yang benar-benar mempunyai kualitas.

Harapan Soeratin adalah agar Belanda bisa melihat bahwa PSSI bukanlah organisasi yang tidak merata. Juga bila pertandingan di tingkatan daerah berjalan, cita-cita untuk meningkatkan benih nasionaisme semakin bisa tercapai karena banyaknya kesempatan para pemuda untuk berkumpul dan bertukar pikiran (Elison, 2014:70).

Inisiasi Pakubuwono X Mendirikan Stadion Sriwedari

Mendengar penjelasan itu, Pakubuwono X kemudian mendirikan Stadion Sriwedari lengkap dengan lampu agar pertandingan bisa tetap terlaksana pada malam hari. Lapangan sepak bola Sriwedari ini merupakan bentuk apresiasi dari Pakubuwono X terhadap kebangkitan sepak bola kebangsaan yang digerakkan oleh PSSI. Stadion tersebut diresmikan pada Bulan Oktober 1933. Untuk memeriahkan peresmian tersebut, diadakanlah pertandingan antara VVB melawan PSIM. Dalam pertandingan ini, Pakubuwono X juga menyiapkan sebuah piala yang diberi nama Sunan’s Beker (Kompas, 9 September 1983). Adanya fasilitas lapangan sepak bola yang memadai ini, membuat kegiatan sepak bola menjadi semakin lancar. 

Langkah yang dibuat PSSI dalam mengadakan kompetisi Stedenternoii I menjadi hal yang krusial dalam kemajuan sepak bola kebangsaan. Berakhirnya stedenternoii I tidak hanya menghasilkan para juara yang dimenangkan oleh VIJ Jakarta sebagai peringkat 1 disusul oleh bond asal Yogyakarta (PSIM) dan Solo (VVB) sebagai tuan rumah pada peringkat 2 dan 3. Lebih dari itu, sepak bola kebangsaan mendapat banyak dukungan dari masyarakat luas, dan salah satu bukti keberhasilan stedenternoii I adalah, lahirnya simpati dari Pakubuwuno X yang mendorongnya membuat lapangan sepak bola Sriwedari.

Perkembangan Bond-bond Pribumi Setelah Adanya Lapangan Sepak Bola yang Memadai

Perkembangan bond-bond pribumi terlihat mengalami peningkatan. Terbukti pada 1935 anggota PSSI yang asalnya hanya tujuh bond meningkat sampai dengan 19 bond, walaupun semuanya masih merupakan bond yang berasal dari Jawa, Khususnya di Solo, sepak bola mengalami peningkatan yang cukup pesat dengan adanya stadion Sriwedari yang membuat kompetisi internal mereka berjalan dengan teratur. Hasilnya pun Solo menjadi langganan juara Stedenternoii. mulai dari tahun 1935-1943 hanya pada tahun 1937 saja gelar juara sempat direbut oleh Kota Bandung, selebihnya gelar juara selalu menjadi milik Kota Solo.

Stadion Sriwedari menjadi bagian yang penting untuk sepak bola. Tak hanya bagi Solo, namun untuk keseluruhan sepak bola pribumi. Stadion sriwedari juga terpilih menjadi tempat penyelenggaraan kompetisi Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama pada tanggal 9 September 1948 (ANRI, IPPHOS 0926).

Sumber

  1. ANRI: IPPHOS 0926, 09 September 1948.
  1. Elison, Eddi. 2014. Soeratin Sosrosoegondo: Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepak bola Kebangsaan. Yogyakarta: Ombak.
  1. Kompas, 9 September 1983