Lokananta merupakan Perusahaan Indonesia pertama pada bidang rekaman negara yang melakukan dokumentasi serta mendistribusikan musik-musik Indonesia ke berbagai daerah.
Anti Imperialisme Ala Soekarno

Pada tahun 1965, ada momen yang menarik saat Soekarno megunjungi Kota Athena di Yunani. Sambil duduk di depan orang-orang bule yang sedang asik memainkan musik, Soekarno dengan rokok dimulutnya tersenyum sembari menutup kedua telinganya dengan telunjuk. Wildan, seorang dosen sejarah UGM (Universitas Gadjah Mada) menjelaskan bahwa saat kejadian tersebut, Soekarno sedang menjalankan politik anti-imperialisme dan neokolonialisme pada berbagai aspek, termasuk musik (CNN, 16 September 2021).
Pelarangan terhadap Musik “Ngak-Ngik-Ngok”
Pada mulanya, Indonesia menjadi tempat yang kondusif bagi perkembangan musik ngak-ngik-ngok ~istilah yang digunakan Soekarno dalam menyebut musik barat terutama yang beraliran rock and roll~. Namun kondisi berubah. Musik rock and roll dianggap sebagai “imperialisme kebudayaan” yang harus segera dibendung daya pikatnya.
Para akhir masa orde lama, Soekarno pernah menggaumkan anti imperialisme barat yang sangat kentara. Musik menjadi salah satu bidang yang diatur Soekarno agar tidak ternodai oleh rasa barat. Sampai-sampai Koes plus yang kerap membawakan lagu The Beatles dan elvis Presley, harus memainkan drama masuk penjara dengan pemerintah pada saat itu (CNN, 10 Maret 2016).
Peraturan itu tercipta karena kepopuleran lagu, film, siaran radio dari luar negeri dan piringan hitam yang banyak menyajikan lagu rock and rol yang dinilai terlalu kebarat-baratan. Hal itu dipandang menjadi sesuatu yang bisa menciptakan dampak negatif terhadap bangsa Indonesia. Soekarno memiliki anggapan bahwa musik barat yang popular itu memiliki sifat yang menina bobokan muda-mudi dengan syair-syair cinta yang nantinya akan melemahkan sikap nasionalis para pemuda Indonesia (Pertiwi, 2014:335).
Terbentuknya Lokananta
kebijakan terhadap musik barat yang dilakukan oleh pemerintah besar kecilnya membawa dampak positif terhadap industri musik Indonesia era 60-an. Kebijkan Soekarno tersebut akhirnya mendorong lagu-lagu lokal untuk berkembang. Tak hanya itu, Soekarno juga mendorong kreativitas musisi dengan mendirikan Lokananta. Perusahaan Indonesia pertama pada bidang rekaman negara yang melakukan dokumentasi serta mendistribusikan musik-musik Indonesia ke berbagai berbagai daerah. Hal ini menyebabkan lagu berbahasa Indonesia dan lagu-lagu dari berbagai daerah memiliki dominasi yang kuat.
Lokananta didirikan pada 1956 di Surakarta oleh Oetojo Soemowidjojo dan Raden Ngabehi Soegoto Soerjodipoero. Pendirian ini merupakan sebuah realisasi dari gagasan yang dicetuskan oleh Direktur Jenderal Radio Republik Indonesia (RRI) pada 1954. Selain untuk menyediakan bahan-bahan siaran untuk RRI, setidaknya ada 2 tujuan besar dalam pendirian Lokananta. Pertama untuk menyempurnakan diskotik RRI dan mengurangi penggunaan devisa negara. Yang kedua bertujuan untuk menambah produksi piringan hitam nasional dengan harapan agar berkontribusi terhadap perkembangan budaya Indonesia. Juga untuk mengurangi pengaruh kebudayaan asing yang tidak diharapkan (Departemen Penerangan, 1965: 229).
Lokananta berhasil menjalankan tugasnya untuk melawan pengaruh musik imperialis terhadap kehidupan musik nasional, dan mengembangkan kebudayaan melalui piringan hitam. Salah satu cerminan keberhasilan itu adalah pada sekitar tahun 1960 hingga akhir 1970-an, sekitar 60 persen lagu-lagu yang diputar di Malaysia merupakan lagu Indonesia. Menurut dosen sejarah Universitas Padjadjaran, Dr. R.M Mulyadi yang sempat meneliti industri pop Malaysia, menjelaskan bahwasanya pada saat itu Malaysia tidak memiliki kebijakan seperti apa yang dibuat oleh Soekarno mengenai musik. Alhasil kekuatan musik lokalnya tidak sekuat Indonesia. Faktor lainnya karena, Indonesia pernah meminjamkan koleksi piringan hitam milik dari RRI ke Malaysia, yang menyebabkan lagu-lagu Indonesia banyak diputar di Malaysia (Maulana, 2022).
Perubahan Status Lokananta
Lokananta dalam perjalanannya terus berusaha menjadi garda terdepan untuk bisa memerangi pengaruh-pengaruh musik imperialis terhadap musik nasional dan daerah. Perjuangan ini merupakan sebuah jalan yang dipilih untuk dapat memperkuat kepribadian nasional pada bidang musik.
Hal ini sejalan dengan kondisi revolusi Indonesia yang sedang berlangsung pada era tersebut, yaitu mengembangkan semangat patriotisme yang salah satunya melalui musik yang dapat memberikan semangat perjuangan disertai juga dengan adanya optimisme dalam upaya mengganyang musik-musik barat.
Lima tahun lamanya Lokananta menjadi bagian dari RRI. Memasuki tahun 1961, Lokananta memasuki perubahan status. Mempertimbangkan tingkat komersial piringan hitam yang telah diproduksi, Lokananta dipisahkan dengan RRI. Dengan mengemban tiga tanggung jawab yaitu, mendorong, mendirikan, dan menyebarluaskan kesenian nasional: menghasilkan pendapatan bagi negara, dan bekerja sama dengan industri pemerintahan yang lain dalam program-program khususnya rekaman suara (Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 215 tahun 1961 tentang Pendirian Perusahaan Negara ”Lokananta”). Berdasarkan Keputusan Presiden nomor 13 tahun 1983, Lokananta juga menggandakan kaset-video (Theodore, 2013: 28).
Berdasarkan pada produksi rekaman musiknya, Lokananta berhasil menjalankan tugas sesuai tujuan pendiriannya. Lembaga kebudayaan ini berhasil menyebarluaskan jenis-jenis musik yang berasal dari Indonesia. Namun pada perkembangannya, karena dinilai memiliki tingkat komersialitas yang bagus, Lokananta lebih berfokus pada produksi dan penyebaran rekaman musik dan teater yang berasal dari jawa Tengah yang didominasi oleh musik dan teater Jawa Surakarta.
Pada perkembangan selanjutnya kedudukan dan peranan Lokananta dalam pelestarian, pengembangan, dan penyebarluasan seni pertunjukan Jawa Surakarta terus mengalami kemunduran dan dinyatakan pailit pada 1997 dan tidak berproduksi hingga 2001 (Dhanang, 2018: 442). Lokananta dibubarkan dan berada di bawah Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Surakarta sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2001.
Sumber
- Buku
Departemen Penerangan. 1965. 20 Tahun Indonesia Merdeka Jilid IX : Departemen Penerangan. Jakarta: Departemen Penerangan
- Mulyadi Muhammad. 2009. Industri Musik Indonesia: Suatu Sejarah. Bekasi: Koperasi Ilmu Pengetahuan Sosial.
- Theodore KS. 2013. Rock ‘n Roll: Industri Musik Indonesia (Dari Analog ke Digital). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Artikel dalam Jurnal
- Puguh, Dhanang Respati. 2018. “Perusahaan Rekaman Lokananta, 1956-1990-an dalam Penyebarluasan Seni Pertunjukan Jawa Surakarta”
dalam SASDAYA, Gadjah Mada Journal of Humanities, Vol.2, No.2 pp. 425-450.
- Sumber Internet
Maulana Arief. 2022. “Berkaca pada Sejarah, Musik Indonesia Bisa Kembali Mendunia” dalam https://www.unpad.ac.id/2022/03/berkaca-pada-sejarah-musik-indonesia-bisa-kembali-mendunia/.
Diakses pada 9 Maret 2023, pukul 13.00 WIB.- CNN. 2021. “Soekarno
Tutup Kuping dengar Musik, Simbol Anti Imperialisme” dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210916143259-32-695259/sukarno-tutup-kuping-dengar-musik-simbol-anti-imperialisme.
Diakses pada 8 Maret 2023, pukul 20.00 WIB. - Putra, m Andika. 2016. “Koes Bersaudara Rela Masuk Bui
Demi Indonesia” dalam https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20160310080131-227-116442/koes-bersaudara-rela-masuk-bui-demi-indonesia.
Diakses pada 8 Maret 2023, pukul 20.45 WIB.