Masa Kejayaan Majapahit

mencapai masa kejayaan majapahit

Pendahuluan

Mencapai masa kejayaan Majapahit. Puncak kejayaan kerajaan Majapahit, berhasil dicapai pada saat kerajaan itu dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Namun, sebelum memasuki masa kejayaannya, mari kita bahas beberapa raja yang sempat memegang tahta kekuasaan tertinggi setelah kerajaan ini berhasil didirikan oleh Raden Wijaya atau dikenal dengan Sri Kertarajasa Jayawardana.

Majapahit pada Masa Kekuasaan Jayanagara

Sepeninggalan Kertarajasa pada tahun 1309 M, Putra Kertarajasa yang dinobatkan sebagai raja penggantinya adalah Jayanagara. Dalam salah satu prasasti yang ada, Jayanagara disebutkan dengan nama gelar Abhisekanya Sri Sundarapandyadewadhiswarana Maharajabhiseka Wikramottunggadewa. Saat Kertarajasa masih menjadi raja, tepatnya pada tahun 1296 M, Jayanagara yang menduduki status sebagai putra mahkota, telah berkedudukan juga sebagai Kumararaja.

Fitnah Mahapati

Saat Jayanagara memimpin kerajaan Majapahit, ia harus berhadapan dengan beberapa pemberontakan yang ingin menggoyahkan Majapahit. Pemberontakan ini merupakan lanjutan dari pemberontakan yang sudah ada pada masa Kertarajasa. Pemberontakan ini terjadi akibat dari adanya fitnah Mahapati. Setelah berhasil menyingkirkan Lembu Sora dan Rangga Lawe, Mahapati ternyata ingin juga menyingkirkan Nambi, yang meninggalkan Majapahit setelah ayahnya meninggal pada 1311. Nambi yang tidak mau kembali ke Majapahit, membentuk sebuah perbentengan di Pajarakan. Tahun 1316, Pajarakan diserbu, kotanya berhasil diduduki, Nambi serta segenap keluarganya pun berhasil dibunuh. 

Pemberontakan-pemberontakan Lainnya

Setelah peristiwa tersebut, pada 1318 M terjadi pemberontakan Semi yang disusul dengan pemberontakan Kuti pada 1135 M. Semi dan Kuti ini, dahulunya merupakan 2 dari 7 orang yang dinobatkan sebagai Dharmmaputra (pejabat-pejabat yang diberi anugerah oleh raja). Mereka juga merupakan 2 orang yang binasa akibat dari fitnah Mahapati. Setelah kejadian matinya Semi dan Kuti ini, Jayanagara baru menyadari bahwasanya Mahapati memiliki hati yang busuk. Akhirnya Jayanagara pun memerintahkan untuk menangkap Mahapati dan memutuskan untuk memberinya hukuman mati.

Munculnya Gajah Mada

Dalam peristiwa pemberontakan Kuti, munculah seorang tokoh yang nantinya akan memegang peranan penting bagi kerajaan Majapahit. Sosok ini adalaha Gajah Mada. Pada saat pemberontakan ini berlangsung, Gajah Mada sedang berkedudukan sebagai seorang anggata pasukan pengawal raja (bekel bhayangkari). Berkat siasat Gajah Mada, dalam peristiwa di Badander, raja Jayanagara berhasil diselamatkan, dan Kuti berhasil di bunuh. Sebagai anugrah raja karena keberhasilan siasat itu, Gajah Mada setelah amukti palapa selama dua bulan, diangkat menjadi patih di Kahuripan, dan kemudian dinaikan pangkatnya menjadi patih di Daha.

Kematian Raja Jayakarta

Pada 1328, Raja Jayakarta meninggal dibunuh oleh Tanca, seorang dharmmaputra yang bertindak sebagai tabib. Peristiwa pembunuhan raja Jayanagara ini, di dalam kitab Pararaton disebut sebagai Patanca. Raja Jayanagara dicandikan di dalam pura, di Sila Petak, dan di Bubat, ketiganya dengan arca Wisnu, dan di Sukhalila dengan arca Amoghasiddhi. Dari masa pemerintahan Raja Jayanagara, kita hanya mengenal tiga buah prasasti yang dikeluarkan olehnya, yaitu prasati Tuhanaru, prasasti Balambangan, dan prasasti Balitar 1.

Majapahit pada Masa Kekuasaan Tribhuwanottunggadew Jayawisnuwarddhani

Sampai kematiannya, Raja Jayanagara tidak memiliki anak. Maka, sepeninggalannya pada 1328 M, posisi raja digantikan oleh adik perempuannya yaitu Bhre Kahuripan. Ia dinobatkan sebagai pengganti Raja Jayakarta dan mendapat gelar Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwarddhani. Tribhuwana kemudian menikah dengan Raja Singhasari (Bhre Singhasari) yaitu Cakradhara atau Cakreswara dengan gelar Kertawardhanna.

Disebutkan dalam Kakawin Nagarakrtagama, bahwa pada masa pemerintahan Tribhuwana ini, telah terjadi pemberontakan di Sadeng dan Keta pada 1311. Pemberontakan itu kemudian dapat diatasi kembali oleh Gajah Mada. Setelah peristiwa di Sadeng itu, Kitab Pararaton menyebutkan adanya sebuah peristiwa yang kemudian kita kenal dengan nama sumpah palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada. Dalam peristiwa ini, Gajah Mada bersumpah dihadapan para raja dan pembesar Majapahit bahwa ia tidak akan amukti palapa sebelum ia dapat menundukan Nusantara yaitu, Gurun, Seran, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik dibawah kekuasaan Majapahit.

Lahirnya Hayam Wuruk

Tahun 1334 M, lahirnlah putra mahkota yang bernama Hayam Wuruk. Kelahirannya disertai gempa bumi, hujan abu, guntur, dan kilat yang bersambungan di udara akibat dari meletusnya Gunung Kampud.

Tribhuwana yang telah memerintah selama dua puluh dua tahun kemudian mengundurkan diri pada tahun 1350. Kursi raja Majapahit pun kemudian diisi oleh anak dari Tribhuwana itu sendiri, yaitu Hayam Wuruk. Tribuwana kemudia wafat pada 1372 M dan dimakamkan di Panggih, Pandharmaannya bernama Pantarapurwa.

Mencapai Masa Kejayaan Majapahit

Pertama kali Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja yaitu pada 1350 M. Pada tahun tersebut ia dinobatkan menjadi raja dengan menyandang gelar Sri Rajasanagara, dan dikenal pula dengan nama Bhra Hyang Wekasing Sukha. Ketika ibunya, Tribhuwana masi menjadi raja, Hayam Wuruk memang sudah dinobatkan menjadi raja muda (rajakumara) dan mendapat daerah Jiwana sebagai lungguh-nya.

Saat menjadi raja, Hayam Wuruk didampingi oleh Gajah Mada yang mempunyai jabatan sebagai Patih Hamangkunhumi. Berada di tangan mereka berdua, ternyata Majapahit berhasil mencapai puncak kejayaanya. Dalam rangka memenuhi sumpah palapanya, Majapahit mulai menundukan satu per satu daerah agar dapat dipersatukan dalam tampuk Majapahit. Pada saat Majapahit dipimpin oleh Hayam Wuruk dan Gajah Mada, kekuasaan Majapahit sangatlah luas, hampir seluas wilayah Indonesia sekarang. Mulai dari daerah-daerah Sumatra di bagian barat, hingga ke daerah-daerah Maluku dan Irian di bagian timur, bahkan kekuasaan ini meluas lagi ke beberapa negara tetangga di wilayah Asia Tenggara.

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, tampak sekali ia berusaha untuk menampilkan usahanya dalam meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Hasil pungutan pajak benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat dan kesejahteraan Kerajaan diberbagai bidang.

Untuk meningkatkan kesejahteraan pada bidang pertanian, raja memerintahkan untuk membuat bendungan-bendungan, dan saluran-saluran pengairan, serta pembukaan lahan-lahan baru untuk perladangan. Berbagai tempat sepanjang sungai pun dibangung jembatan-jembatan yang semakin memperlancar lalu lintas antar daerah.

Raja Hayam Wuruk pun sangat memerhatikan keadaan daerah-daerahnya. Ia kerap kali melakukan perjalanan kenegaraan untuk meninjau keadaan di berbagai daerah kerajaan. Peristiwa penting lainnya pada masa kerajaan Hayam Wuruk yaitu adanya perayaan pesta dalam rangka memeringati dua belas tahun meninggalnya Rajapatni dalam upacara sraddha agung.  

Peristiwa Pasunda Bubat

Politik Nusantara ini berakhir sampai tahun 1357 M. Adanya peristiwa di Bubat (Pasunda-Bubat) yang melibatkan kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda. Peristiwa ini terjadi karena Hayam Wuruk pada saat itu ingin mengambil putri Sunda yaitu Dyah Pitaloka sebagai permaisurinya. Pada saat rombongan Kerajaan Sunda telah sampai di Majapahit, terjadilah perselisihan antara Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Gajah Mada tidak terima begitu saja Dyah Pitaloka menjadi putri permaisuri, ia ingin Kerajaan Sunda menyerahkan Dyah Pitaloka sebagai bentuk tunduk terhadap Majapahit. Mengetahui hal ini, para pembesar kerajaan Sunda tidak menyetujui apa yang diinginkan oleh Gajah Mada. Peperangan pun akhirnya terjadi, kediaman orang-orang Sunda dikepung oleh pasukan Gajah Mada. Akibat kebungan ini, Rombongan Kerajaan Sunda tidak ada satupun yang selamat.

Peristiwa ini ternyata dianggap merupakan peristiwa yang tidak mencirikan kebesaran Majapahit, bahkan dianggap sebagai kegagalan politik Gajah Mada dalam menaklukan Kerajaan Sunda. Setelah peristiwa ini, Gajah Mada mukti palapa, mengundurkan diri dari jabatannya. 

Berakhirnya Kekuasaan Hayam Wuruk dan Gajah Mada

Pada suatu hari, Hayam Wuruk melakukan perjalanan ke Simping. Sepulangnya dari Simping, Hayam Wuruk mendengar bahwa Gajah Mada sedang dalam keadaan sakit. Tak lama setelah itu, Gajah Mada pun akhirnya meninggal dunia pada 1364 M. Gajah Mada meninggal dengan meninggalkan jasa yang besar. Selama lebih dari 30 tahun, ia telah mengabdikan dirinya untuk kejayaan dan kebesaran Majapahit. Tentu hal ini menjadi luka yang mendalam bagi seluruh isi kerajaan.

Setelah meninggalnya Gajah Mada, Hayam Wuruk mengundang Pahom Narendra (dewan pertimbangan kerajaan yang saat itu berjumlahkan 9 orang) dalam upaya untuk mencari pengganti Gajah Mada. Usaha ini ternyata berbuah nihil, tak ada satu orang pun yang bisa menggantikan peran Gajah Mada, sehingga raja memutuskan untuk tidak mengganti posisi Gajah Mada dengan orang lain. Untuk mengisi kekosongan posisi itu, Hayam Wuruk mengangkat tiga orang untuk masing-masing menjadi   Wrddhamatri, Mancanagara, dan Yuwamantri.

Masa pemerintahan Hayam Wuruk tanpa hadirnya Gajah Mada hanya bertahan selama 3 tahun. Dalam kitab pararaton disebutkan bahwa setelah tiga tahun terjadi kekosongan tidak ada patih Hamangkhubumi, kemudian Gajah Enggon menjadi patih Hamangkhubumi. Pada 1389 M, Raja Hayam Wuruk pun kemudian meninggal. Tempat pendermaan dari Hayam Wuruk ini tidak diketahui. 

Nah jagi gitu Kawantur sejarah mengenai masa kejayaan Majapahit, hmm kira-kira nanti Mintur bahas kerajaan mana lagi ya? coba deh komen di bawah. Terimakasih buat Kawantur yang sudah membaca, pantengin terus bertutur.com ya, dan have a nice day.

Daftar Sumber

  • Buku
  1. Krom, N.J. 1956. Zaman Hindu. Jakarta: PT. Pembangunan
  2. Mulyana, Slamet. 1953. Negarakertagama. Jakarta: Siliwangi N. V
  3. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
0 0 votes
Beri Kami Nilai
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments