Setelah berakhirnya sistem tanam paksa di Nusantara, masuklah model perekonomian yang baru. Potensi yang ada di nusantara, ternyata berhasil menggiurkan banyak pihak yang memiliki kekuatan modal. Tak hanya dari sang penjajah Belanda, namun aliran modal ini datang dari berbagai negara asing lainnya. Sektor pertama yang hadir menjadi primadona bagi para pemodal, datang dari perkebunan. Modal asing bertebaran masuk untuk membuka lahan-lahan perkebunan, terutama di pulau Jawa. Barulah setelah itu, sejumlah perusahaan lahir, mulai dari pertambangan, perbankan, hingga perdagangan. Timbulnya keuntungan dari produksi gula berkat konversi Brussels pada 1902 mendorong mengalirnya modal asing dari berbagai negara seperti Belanda, Amerika, Jepang, dan Eropa lainnya (Poesponegoro, 2008: 169).

Karet Menarik Modal Asing Masuk ke Indonesia

Saat adanya lonjakan permintaan karet dunia, Nusantara yang berhamparan lahan luas, dan cocok untuk penanaman karet, seketika dibanjiri oleh aliran modal asing yang ingin meraup keuntungan dari kondisi yang ada. Jumlah aliran modal asing yang masuk kian berkembang. Pada 1900 modal asing yang ada di Nusantara berkisar sebesar 300 Juta US Dolar, meningkat pada 1914 menjadi 675 juta US Dolar, dan pada 1930 menjadi 1,6 Milyar US Dollar (Lindblad, 2002: 116).

Komposisi besarnya penanaman modal asing di Nusantara, bila diurutkan, nomor satu diisi oleh pengusaha-pengusaha yang berasal dari Negara Belanda, nomor dua oleh pengusaha-pengusaha Cina, lalu ada pengusaha-pengusaha Barat terutama yang berasal dari Inggris dan Amerika. Jerman juga ikut meramaikan penanaman modal di Nusantara, hanya saja biasanya dalam bentuk perusahaan patungan bersama negara Eropa lainnya, terutama Belanda. Kemudian, Jepang yang sedang melakukan ekspansi akibat dari adanya Restorasi Meiji ikut meramaikan penanaman modal di Nusantara.

Perkembangan Nilai Investasi Asing

Perkembangan nilai investasi Asing di Nusantara dalam kurun waktu 1925-1939 akan kita jadikan tabel di bawah sini

Tahun

Nilai

($ Juta)

Tahun

Nilai

($ Juta)

Tahun

Nilai

 ($ Juta)

1925

33

1930

73

1935

5

1926

19

1931

41

1936

7

1927

14

1932

37

1937

14

1928

42

1933

59

1938

7

1929

24

1934

99

1939

10

(Sumber: Hal Hil. 1990. Investasi Asing dan Industrialisasi di Indonesia. Jakarta: LP3ES)

Dapat dilihat dalam tabel, tidak adanya penurunan yang signifikan pada 1930-an, menandakan bahwa investasi Asing ternyata tidak terpengaruhi oleh adanya depresi. Nusantara masih sangat menarik untuk para penanam modal internasional. Sektor Pertambangan tertahan pada masa krisis itu, namun sebaliknya, industri manufaktur ternyata mendapat momentumnya. Penurunan penanaman modal mulai terjadi karena adanya gejolak politik yang melanda Eropa, terutama karena adanya invasi dari Jerman.

Penanaman modal asing di sektor perbankan tidak terlepas dari keadaan moneter saat itu. Setiap penanaman modal asing, selalu didukung oleh sistem perbankan negaranya. Pengusaha Prancis dan Belgia yang tergabung dalam Societe Financiere des Canotehus (Secfin) masuk ke Sumatra Timur pada tahun 1907. Mereka mendapatkan sokongan modal dari Societe Generale Bank di Prancis. Selanjutnya modal Amerika serikat pun ikut masuk. Pada 1909 Goodyear Rubber Company membuka usaha perkebunan karet di Sumatra Timur. Hal ini kemudian diikuti oleh Goodrich pada 1910 yang mendirikan Hollands Amerikaanse Plantage Maatschappij.

Daya Tarik Nusantara dalam Investasi Global

Pada 1923, investasi dalam perkebunan berjumlah 2.650 Juta
Gulden, di antaranya 1.900 juta dari Belanda, 300 juta dari Inggris, dan 250
juta dari Cina. Setelah itu menyusul juga modal dari Belgia, Amerika Serikat,
Prancis, dan Jepang. Kemudian pada 1936, jumlah penanaman modal Amerika Serikat
mencapai 175 Juta Gulden. Serta pada 1937 penanaman modal patungan antara
Inggris dan Belanda mencapai sekitar 400 Juta Gulden pada sektor perminyakan.

Tabel
Persebaran Persentase Investasi Belanda di Nusantara Pada 1940

Sektor

%

Gula

15

Karet

17

Industri Perkebunan
Lainnya

13

Pertambangan

19

Pengangkutan dan
Sarana Umum

14

Manufaktur

2

Sumber (Hal Hil. 1990. Investasi Asing dan Industrialisasi di Indonesia. Jakarta: LP3ES)

 

Tabel
Penanaman Modal Asing di Nusantara, Menurut Negara Pada 1922 – 1940 dalam Jutaan
Gulden

 

Gula

Perkebunan Lain

Perminyakan dan Lain-lain

Jumlah

Negara / Tahun

1922

1940

1922

1940

1922

1940

1922

1940

Belanda

322

429

545

1.074

1.290

1.160

2.157

2.654

Inggris

_

_

245

200

55

260

300

460

Amerika Serikat

_

_

28

100

7

195

35

295

Negara Lainnya

3

_

127

150

18

100

148

250

Jumlah

325

420

945

1.524

1.370

1.715

2.640

3.659

 

(Sumber, Booth, Anne DKK. 1988. Sejarah Ekonomi Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan,
dan Penerangan Ekonomi dan Sosial)

Dalam perkembangannya, penanaman modal asing di Nusantara
diikuti oleh adanya peningkatan ekspansi perdagangan Amerika Serikat, dan
Jepang, terutama pada masa-masa pasca depresi. Proses itu membuat peranan
negara Belanda dalam dominasi perdagangan dan investasi di negara jajahannya
menurun. Saat Perang Dunia II pecah, Belanda memiliki investasi langsung di
Nusantara sekitar 63%, Inggris 14%, Cina Kepulauan (11%), dan Amerika Serikat
7%.

Memang, angka yang ada, menunjukan kondisi
perkembangan investasi di Nusantara yang baik. Potensi sumber daya alam yang
ada, tenaga kerja, dan kebijakan mengenai ekonomi yang terbuka menjadi magnet
penarik modal asing untuk masuk ke Indonesia. Namun, keadaan tersebut juga
membuat adanya ketergantungan yang kian membesar terhadap pasar dunia, yang akhirnya
membuat Indonesia menjadi target eksploitasi negara-negara imperialis dan
kapitalis yang sedang menguatkan cengkeramannya dalam perekonomian global. 

Sumber

  1. Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka.
  2. Hal Hil. 1990. Investasi Asing dan Industrialisasi di Indonesia: Penerjemah, Burhanuddin Abdullah. Jakarta: LP3ES.
  3. Booth, Anne DKK. 1988. Sejarah Ekonomi Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.