Hari ini, 29 Maret 2023, google doodle menampilkan Raden Ayu Lasminingrat dalam rangka memperingati hari ulang tahun perempuan itu yang ke 169 tahun. Lantas siapa Raden Ayu Lasminingrat ini ?
Daftar Isi
ToggleGoogle Memperingat Ulang Tahun Lasminingrat

Tanggal 29 maret 2023 ini, R.A Lasminingrat fotonya terpampang menjadi tampilan utama google doodle. Hal ini memang sangat pantas didapatkan oleh perempuan kelahiran tahun 1843 ini. Selain Raden Dewi Sartika, R.A Lasminingrat juga merupakan sosok perempuan intelektual tangguh yang berasal dari Tanah Sunda. Perannya dalam usaha meningkatkan kecerdasan perempuan dengan membentuk sekolah Kaoetamaan Isteri di Garut menjadi hal mulia yang ia lakukan semasa hidupnya.
Pendidikan di Indonesia
Pada 17 September 1901, politik etis resmi diberlakukan di Indonesia. Hadirnya kebijakan ini bermula dari adanya kritikan dari Van Deventer yang ditulis dengan judul Een Eereschlud (hutang kehormatan) dalam majalah De Gids tahun 1899. Dalam tulisannya, Van Deventer menulis bahwa pemerintah Belanda telah mengeksploitasi wilayah jajahanya untuk membangun negeri mereka sendiri dan memperoleh keuntungan yang besar. Kritikan Van Deventer ternyata mendapat banyak dukungan dari kalangan orang Belanda sendiri, akibat banyaknya kritikan yang ada, Ratu Wihelmina akhirnya mengeluarkan kebijakan baru yang disebut politik etis.
Politik etis berisikan tiga program yaitu irigasi, edukasi, dan imigrasi. Dari ketiga program tersebut, edukasi menjadi hal yang membawa dampak besar bagi kemajuan pergerakan di Indonesia. Program edukasi ini membuat orang-orang pribumi bisa bersentuhan dengan pendidikan karena mulai adanya sekolah-sekolah untuk rakyat. Namun pendidikan kolonial ini ternyata hanya bisa diakses oleh kaum laki-laki saja, sedangkan perempuan belajar di rumah (Suhartono, 2001:7). Akibat dari pemerintah yang belum sepenuhnya memberi kebebasan untuk perempuan bisa mengenyam pendidikan formal, ternyata melahirkan sosok-sosok seperti Raden Ayu Lasminingrat yang peduli terhadap pendidikan perempuan.
Biografi Raden Ayu Lasminingrat
Raden Ayu Lasminingrat lahir di Kota Garut pada tahun 1843, ia merupakan anak dari Raden Haji Muhammad Musa, seorang kepala penghulu Kabupaten Garut, pendiri Sekolah Raja, serta penasehat pemerintah Zaman Belanda (Ekadjati DKK, 1986: 71).
Raden Haji Muhammad Musa adalah keturunan ningrat, Karena ayahnya adalah seorang Patih di Kabupaten Limbangan. Muhammad Musa sejak kecil sudah diberangkatkan ke Mekkah untuk mempelajari agama Islam. Pada 1852, Raden Haji Muhammad Musa diangkat menjadi mantra gudang, kemudian 3 tahun setelah itu, ia diangkat menjadi Hoofd Penghulu (penghulu besar) Kabupaten Limbangan. Raden Haji Muhammad Musa memiliki enam orang istri dan 17 anak. Raden Lasminingrat merupakan anak dari istri ketiganya yaitu Raden Ajoe Rija (Desi Harpiah DKK, 2018: 228).
Garut pada waktu itu tidak memiliki sekolah, hal ini menyebabkan Raden Ayu Lasminingrat tidak dapat menikmati pendidikan formal. Namun untuk gantinya, R.A Lasminingrat disekolahkan di rumah Kontroleur Levisan yang merupakan orang Belanda. Di sana, Lasminingrat belajar menulis, membaca, berbahasa Belanda, serta pengetahuan lainnya yang berkaitan dengan perempuan. Pembelajaran tersebut ternyata dapat dikuasai dengan baik oleh Lasminingrat. Ia pun menjadi perempuan Sunda pertama yang fasih berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Belanda (Ekadjati DKK, 1986: 71). Raden Haji Muhammad Musa kemudian menyerahkan Lasminingrat kepada Levyssohn Norman, seorang pejabat Departement Van Binnenlands Bestuur ( pemerintahan dalam negeri) untuk mendapat pendidikan barat bersama putra-putri priyayi lainnya di kabupaten Sumedang.
Karya Tulisan Raden Ayu Lasminingrat
Pendidikan yang Lasminingrat dapatkan ternyata mulai membentuk pribadinya menjadi seseorang yang memiliki semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Semangatnya itu disalurkan salah satunya menjadi buku-buku bacaan untuk anak sekolah. Selain menjadi pertama yang bisa menguasai bahasa belanda, Raden Ayu Lasminingrat juga menjadi wanita sunda pertama yang memiliki bakat untuk menulis karya sastra. Beberapa karya Lasminingrat yaitu Carita Erman dan Warnasari jilid I juga II yang merupakan karya saduran.
Buku bacaan untuk anak sekolah ini pertama kali terbit pada 1875 dengan judul Tjarita Erman yang jumlah salinannya dicetak hingga 6105 ex dalam aksara jawa dan latin. Dalam Tjarita erman ada 15 bab yang isinya yaitu Hikajat Erman, Lalai dan Lengah Itoe Mendatangkan Tjelaka Besar, Kasosesahan Boendanja, Goewa Tempat Pentjoeri, Djalan Kaloewar dari Dalam Goewa, Tempat Orang Pertapa, Hal Matahari dan Boenga, Tanam-Tanaman, Mata Air dan Hoedjan, Pertanjaan jang Baik dan Dijawab Jang Sebenarnja, Perdjalanan Orang Pertapa, Pertemoean jang Tak di Sangka-sangka, Kasoekaan Ajah Erman, Boenda Erman, dan bab terakhir yaitu Kebaikan Jang Haroes Dibalas dan Kedjahatan Jang Haroes Mendapat Hoekoeman. Sukses dengan buku pertamanya, Lasminingrat kemudian mengeluarkan kumpulan dongeng Warnasari jilid I dan II.
Peranan Raden Ayu Lasminingrat dalam Pendirian Sekolah Raden Dewi Sartika


Pada akhir tahun 1903, Lasminingrat meminta bantuan kepada suaminya yaitu R.A.A Wiratanoedatar VIII agar memberikan usulan kepada Bupati Bandung yaitu R.A.A Martanagara untuk memberi izin Dewi Sartika mendirikan Sakola Kautamaan Istri. Atas usul tersebut, kemudian R.A.A Martanagara memanggil Dewi Sartika, dan berkata
“Nya atuh Uwi, ari Uwi panteng jeung kekeuh hayang mah, mugi-mugi bae di makbul ku Allah nu ngawasa sakuliah alam. Urang nyoba-nyoba nyien sakola sakumaha kahayang Uwi. Pikeun nyegah bisi aya ka teu ngenah di akhir, sakola teh bade lamun di pendopo wae heula. Lamun Katanyaan henteu aya naon-naon, pek bae ngalih kanu sejen” (Daryono, 2008: 55)
(iya atuh Uwi, kalau yakin dan bersiteguh ingin mah, semoga di kabulkan oleh Allah yang menguasai seluruh alam. Kita coba bikin sekolah seperti keinginan Uwi. Buat mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan di akhir, sekolah teh dibuat di pendopo terlebih dahulu. Kalau nantinya ga ada apa-apa, mau dipindahin ke tempat lain juga boleh)
Sekolah ini pun kemudian di buka pada tahun 1904. Pada pertama pembukaan sekolah tersebut, ada 60 siswi yang mendaftar. Angka tersebut menunjukkan bahwa antusiasme perempuan pribumi dalam bidang pendidikan ternyata sudah ada. Pada tahun 1905, proses belajar mengajar yang asalnya dilaksanakan di pendopo atau halaman rumah Bupati Bandung, pindah ke jalan Ciguriang-Kebon Cau. Lalu pada tahun 1911, Sakola Kautamaan Istri Dewi Sartika dikelola oleh Perhimpunan Keutamaan Istri termasuk didalamnya Sakola Kautamaan Istri Garut yang didirikan oleh Ayu Lasminingrat. Perhimpunan ini diketuai oleh Nyonya Boessevain Istri dari Residen Bandung.
Sakola Kautamaan Istri di Garut
Pada 1919 Raden Ayu Lasminingrat membuat sekolah khusus untuk perempuan. Hal ini diperkuat dengan adanya Almanak Rakyat yang terbit pada 1919, disitu tertuliskan “ieu sakola anjeunana dingaranan Kaoetamaan Istri, muridna geus leuwih ti 200. Kelasna aja 5, pengajaraa roepa-roepa” (ini sekolah dia dinamanin Kaoetamaan Istri, muridnya udah lebih dari 200, kelasnya ada 5, pengajarnya macem-macem).
Dalam sekolah ini, Lasminingrat memiliki harapan untuk bisa mendidik perempuan agar memiliki pengetahuan dalam berumah tangga, dapat mendidik anak dengan baik, menjadi contoh dari anak-anaknya, juga mempunyai keterampilan-keterampilan lainnya yang dibutuhkan dalam berumah tangga. Sekolah ini diadakan di ruang gamelan Pendopo Garut. Pelajaran di sekolah Kautamaan Istri Lasminingrat pada dasarnya sama dengan pelajaran yang ada di sekolah Dewi Sartika yaitu menulis, membaca, serta keterampilan perempuan lainnya yaitu menjahit, menyulam, merenda, membordel, merajut, membatik, dan kerajinan tangan lainnya.
Pada mulanya, Lasminingrat sulit untuk mendapatkan murid, hal itu disebabkan karena, menurut adat yang berlaku saat itu, perempuan tidak usah memperoleh pendidikan di sekolah. Maka dari itu, Lasminingrat mengerahkan anak-anak perempuan dari sanak saudaranya juga anak dari pegawai negeri untuk menjadi murid-murid di sekolahnya. Termasuk para pengajarnya, Lasminingrat mengerahkan keluarganya seperti Surianingrum (kemenakan), Raden Rajakusumah (cucu), dan Martiah seorang guru yang didatangkan dari Bandung.
Langkah selanjutnya, Raden Ayu Lasminingrat dengan ditemani Dokter Meulder menemui Gubernur Jenderal di Istana Bogor, dengan niat untuk meminta ijin pendirian Sakola Kautamaan Istri. Langkah tersebut ternyata berhasil, sekolah Lasminingrat disahkan sebagai organisasi yang disebut Vereneging Kautamaan Istri School dengan akte nomor 12, yang keluar pada 12 Februari 1913.
Sekolah ini pun terus berkembang. Di Kota Garut sekolah ini bertambah menjadi dua, lalu diberbagai kota di Tatar Sunda misalnya, Cianjur, Tasikmalaya, Sukabumi, Rangkasbitung, Purwakarta. Sekolah ini kemudian diserahkan kepada Raden Ayu Poernamingrat, salah satu keponakan Lasminingrat. Poernamaningrat pun dapat meneruskan sekolah ini dengan baik. Berada dalam kelolaanya, Poernamaningrat berhasil berkembang. Pada masa Pendudukan Jepang, Sakola Kautamaan Istri berubah nama menjadi Sakola Rakyat, dan mulai menerima murid laki-laki.
Sumber
- Buku
- Ayu Lasminingrat, Raden. 1919. Hikajat Erman. Balai Pustaka, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
- Daryono, Yan. Cet ke-I, 1996. Dewi Sartika. Bandung: Yayasan Awika dan PT. Grafitri Budi Utami.
- Daryono, Yan. Cet ke-II, 2008. Biografi Pahlawan Nasional: Raden Dewi Sartika Sang Perintis. Bandung: Yayasan Awika dan PT. Grafitri Budi Utami.
- Ekadjati, Edi S. dkk.1986. Sejarah Pendidikan Daerah Jawa Barat Sampai dengan Tahun 1950. Jawa Barat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
- Suhartono. 1994. Sejarah Pergerakan Nasional : dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Artikel dalam Jurnal
- Harpiah, Desi DKK. 2018. “Peran Raden Ayu Lasminingrat dalam Mengembangkan Sekolah Keutamaan Istri Tahun 1907-1948” dalam Tsaqofah: Jurnal Agama dan Budaya vol.16 No.2 pp 223-235
[…] Baca Juga […]