Kegagalan Amerika di Perang Vietnam, cukup menimbulkan berbagai pertanyaan. Mengapa hal itu bisa terjadi ? inilah kisahnya.
Daftar Isi
ToggleKemenangan Amerika di Perang Dunia II
Saat Amerika meraih kemenangan di Perang Dunia II, Amerika diuntungkan untuk mengatur tatanan dunia sesuai dengan status quo sebagai negara adidaya. Untuk bersaing dengan Uni Soviet, dan membendung pengaruh ideologi komunis, Amerika melakukan kampanye ideologi demokrasi liberal. Perang dingin dengan Soviet membuat Amerika mengintervensi politik dunia ketiga, juga dengan proksi militeristik. Salah satu dari strategi itu adalah memerangi Vietnam. Namun, strategi yang dilancarkan oleh Amerika tersebut malah membentuk wujud sikap anti-demokratik. Politik luar negeri Amerika justru bertolak belakang dengan misi perdamaian (Buzan, 2009: 432-433).
Domino Effect
Latar belakang Amerika memerangi Vietnam, dimulai dengan teori Domino Effect. Amerika khawatir suatu wilayah yang berdampak ideologi komunis berpotensi untuk menularkan paham komunisme ke wilayah sekelilingnya. Perang Vietnam dimulai dari terjadinya bentrok antara Kubu Utara dan Kubu Selatan sejak tahun 1955. Konflik tersebut sampai melibatkan blok timur (Soviet dan China) serta blok barat (Amerika dan sekutunya). Pada tahun 1962, Amerika sudah mengirim pasukannya ke Vietnam Selatan sebanyak 9000 pasukan (Boer, 2000: 29).
Upaya Meruntuhkan Vietnam Utara
Pada 2 September 1945, Ho Chi Minh membacakan deklarasi kemerdekaan negara baru di depan rakyat Vietnam. Deklarasi tersebut membentuk negara yang bernama Republik Demokratik Vietnam. Uniknya, kalimat pembuka deklarasi yang dibacakan di alun-alun Hanoi tersebut mengutip dari piagam Declaration of Independence pada 1776 yang memerdekakan Amerika dari Inggris. Setelah pembacaan deklarasi kemerdekaan tersebut, Amerika malah berniat untuk meruntuhkan negara baru buatan Ho Chi Minh dengan mengirimkan jutaan serdadu. Peperangan antara Amerika dengan Vietnam Utara biasa disebut sebagai Perang Indochina II. Pertempuran ini berlangsung saat Vietnam masih terbagi dua, antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Para pengikut Ho Chi Minh menguasai dan berdiam di Vietnam Utara, sedangkan Vietnam Selatan menjadi wilayah yang dikosongkan oleh Amerika, dan dikenal sebagai Republic of Vietnam. Republic of Vietnam ini tidak ingin bersatu dengan Vietnam Utara yang berhaluan komunis. Hal tersebut diucapkan oleh Ngo Dinh Diem yang pada 26 Oktober 1955 menjabat sebagai Presiden Vietnam Selatan. Kapasitas tempur tentara Vietnam Utara membuat Amerika cemas akan meluasnya pengaruh komunis di wilayah Indochina. Maka dari itu, Amerika mulai mendukung rezim Ngo Dinh Diem yang anti-komunis (Hasibuan, 2007: 6).
Dukungan Amerika terhadap Vietnam Selatan
Dukungan Amerika pada Vietnam Selatan tidak hanya dalam segi politik, dukungan yang diberikan pun berupa finansial, pendampingan hukum, dan bantuan militer. Dukungan yang dilakukan Amerika tidak menghasilkan kesuksesan karena terjadi pemberontakan oleh National Liberation Front (NLF) yang menewaskan Presiden Ngo Dinh Diem pada 1963. Insiden pemberontakan tersebut menambah kekacauan situasi internal Vietnam Selatan. Amerika pun merasa gerakan pemberontakan yang dilakukan NLF diprakarsai oleh Vietnam Utara. Setelah insiden tersebut, Amerika berinisiatif untuk menginvasi Vietnam Utara. Pada 7 Februari 1965. Pertempuran pun terjadi di Pleiku, dan menewaskan 8 orang dari kubu Amerika, sedangkan 20 unit pesawat dilaporkan hancur
Operasi Udara Rolling Thunder
Sebagai respon dari pertempuran tersebut, Amerika memerintahkan serdadunya melancarkan operasi udara dengan kode Rolling Thunder pada 13 Februari 1965. Tujuan operasi ini untuk membombardir kekuatan militer Vietnam Utara. Operasi dimulai dari 2 Maret 1965, dengan menyerbu basis-basis vital militer Vietnam Utara. Operasi Rolling Thunder mengebom pusat bahan bakar di Hanoi dan Haiphong pada Juni 1966. Vietnam Utara mengalami kehilangan 65% suplai bahan bakar dan 59% pembangkit listrik. Selain itu sejumlah jembatan penyebrangan pun dihancurkan. Operasi Rolling Thunder membuat dampak kehancuran yang sangat parah, bahkan ekonomi Vietnam Utara merosot dengan drastis. Namun, moralitas pasukan Vietnam Utara tidak melemah, bahkan mereka masih mampu mengerahkan 80.000 pasukan pada Serangan Tet yang dilakukan pada Januari 1968. Serangan Tet bahkan mampu menduduki setengah dari wilayah Vietnam Selatan (Wagiman, 2012: 166)
Faktor Kegagalan Amerika dalam Menghadapi Vietnam
Setelah Serangan Tet selesai, Amerika menggelar evaluasi. Amerika menilai bahwa Operasi Rolling Thunder merupakan operasi yang kurang gemilang, dan pembiayaannya terlampau besar, menyentuh 250 juta USD. Bahkan, karena operasi tersebut, Pembangunan dalam negeri menjadi tertunda. Akhirnya Operasi Rolling Thunder diberhentikan. Tahun-tahun selanjutnya, Amerika semakin mengalami kegagalan dalam Perang Vietnam ini. Perang Vietnam berakhir pada 30 April 1975, berakhirnya Perang Vietnam ditandai dengan penyerahan tanpa syarat Saigon kepada Vietnam Utara. Faktor-faktor dari kekalahan Amerika adalah tentara mereka tidak mengenal medan perang yang sangat rumit karena berada di dalam hutan belantara beserta jebakan-jebakan yang disiapkan oleh tentara Vietnam Utara.
Kesulitan Amerika Membedakan Lawan dan Kawan
Tentara Amerika pun susah untuk membedakan antara musuh atau kawan. Banyak dari warga sipil menjadi korban dibandingkan gerilya Vietcong yang merupakan tentara Vietnam Utara. Disamping itu, keunggulan pasukan Vietnam adalah dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi Amerika dengann cara menarik pasukan Amerika ke arah hutan. Pasukan Amerika yang lebih kuat dalam hal persenjataan membuat mereka terlalu mengandalkan persenjataan berat. Hal ini menyebabkan pasukan Amerika tidak bisa bermanufer dengan leluasa di hutan Vietnam yang lebat. Pasukan Vietnam Utara yang bernama Vietcong ini memanfaatkan hal tersebut dengan mengkombinasikannya dengan taktik gerilya.
Efektivitas Gerilya Vietnam
Taktik gerilya terbukti efektif karena taktik ini menyebabkan pasukan Vietnam Utara bisa menghindari decisive battle dengan pasukan Amerika. Apabila pasukan Vietnam Utara berhadapan secara langsung, maka dapat dipastikan pasukan Amerika akan memenangkan perang. Taktik Vietnam Utara ini menyebabkan banyak korban di pihak Amerika, sehingga mendorong Jendral Westmoreland untuk memanggil lebih banyak pasukan ke Vietnam. Kesalahan yang juga dilakukan oleh Amerika adalah, tidak menyiapkan strategi pertempuran jangka panjang untuk menghadapi pemberontakan Vietnam Utara. Amerika hanya memiliki program untuk satu tahun yang diulang pertahunnya. Tentu saja hal ini menjadi mudah terbaca oleh lawan karena tidak ada perkembangan signifikan dari dalam tubuh Amerika sendiri (Beson, 2003: 69).
Daftar Sumber
- Buku
- Barry Buzan. 2009. Comprehensive Security Analysis. New York: Columbia University. 432-433
- Hasibuan. 2007. Prajurit TNI Dalam Tugas Kemanusiaan Galang 96. Jakarta: Pusat Sejarah TNI. 6
- Mauna Boer. 2000. Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Jakarta: Alumni. 29
- Mark Beson. 2003. The Rise of The Neocons and the Evolution of US Foreign Policy. London: Routledge. 69
- Wagiman. 2012. Hukum Pengungsi Internasional. Jakarta: Sinar Grafika Offset. 166