Perkembangan awal musik underground di Indonesia salah satunya tercipta karena kebosanan kalangan remaja akan budaya konservatif. Musik underground di Indonesia pada perkembangannya berisikan mengenai kritik terhadap pemerintah orde baru yang dianggap banyak menciptakan kesenjangan sosial.
Kemunculan Istilah Musik Underground
Awal tahun 1950-1960, nilai budaya yang berkembang di Amerika dan Inggris masih bersifat konservatif misalnya dalam musik mereka hanya menyukai genre musik jazz, pop dan budaya popular lainnya. Para remaja menginginkan suatu budaya baru yang jauh dari kata konservatif, maka mereka menciptakan nilai budaya baru. Nilai budaya baru yang telah tercipta itu selalu dianggap oleh masyarakat umum sebagai nilai budaya yang tabu, dan sebagai ide-ide yang subversif.
Para remaja selalu mengekspresikan karya mereka di stasiun kereta bawah tanah. Alasannya karena pihak pemerintah tidak memberikan fasilitas atau gedung-gedung kesenian pada saat itu. Pada perkembangan awal musik underground, pemerintah menganggap karya tersebut merupakan ide-ide pemberontakan dan dianggap sebagai kesenian yang aneh. Pertunjukan yang digelar oleh para remaja tersebut memang hanya diketahui oleh beberapa kalangan saja. Maka dari sini, terciptalah istilah musik Underground. Musik tersebut melahirkan pecahan-pecahan aliran musik lain, contohnya adalah rock, heavy metal, trash metal, dan punk (Beings, 2016: 42).
Pada periode yang sama, Revolusi Industri di Inggris sedang terjadi. Sektor-sektor industri di Inggris melakukan transformasi teknologi yang drastis demi mempercepat kapasitas produksi pasca berakhirnya Perang Dunia II. Pabrik-pabrik di Inggris mengganti tenaga kerja manusia dengan mesin. Hal tersebut menyebabkan banyaknya pengangguran dan menimbulkan masalah sosial. Fenomena itu memunculkan kelompok-kelompok buruh yang terkena PHK. Mereka mengorganisir diri ke dalam kelompok organisasi Working Class. Mereka sering terlihat dengan dandanan khas rambut plontos, mengenakan kaus putih, dan memakai sepatu boots.
Setiap malam, mereka selalu menggelar acara musik di stasiun bawah tanah. Musik yang mereka bawakan mengandung lirik-lirik protes terhadap kondisi sosial. Maka terciptalah musik heavy metal yang dipelopori oleh band Black Sabbath. Musik yang kelam dan lirik yang mengeksploitasi sisi gelap manusia sebagai penyikapan terhadap kondisi sosial pada masa itu. Kelompok tersebut kemudian terbagi berdasarkan ideologi yang mereka pakai, contohnya seperti yang cenderung fasis dan ultra nasionalis. Ada pun yang memiliki ideologi kesetaraan dan anarkis, mereka dalah kelompok punk (Narwoko, 2006: 98).
Kritik Pemerintah melalui Alunan Musik Underground Pada Perkembangan Awal Musik Underground di Indonesia
Musik Underground kerap kali diasosiasikan dengan musik keras atau cadas, dimana pada awal hingga pertengahan tahun 1970-an, Indonesia memiliki berbagai group musik yang mengusung musik cadas tersebut. Contoh-contoh group musik itu adalah God Bless, SAS, dan Group AKA. Pada periode tesebut, group band yang telah disebutkan tadi masih bertemakan kenakalan remaja, belum mengusung tema kritik sosial ataupun politik. Pada awal 1980 hingga 1990-an, musik cadas semakin berkembang dan sudah mulai mengusung tema kritik sosial dan politik (Media Indonesia, 4 Desember 2005: 16). Group band tersebut diantaranya adalah Roxx, Suckerhead, The Idiots, dan Power Metal. Lewat lirik lagu, mereka menentang rezim Orde Baru yang memiliki sifat otoritarian.
Contoh dari sikap menentang mereka dapat dilihat dari band The Idiots yang berjudul Song for Politican, No More Leader, dan Police Violence. Dari judul lagu tersebut sudah sangat jelas bahwa mereka bertujuan untuk mengkritik pemerintahan Orde Baru. Group band underground tersebut kerapkali terlihat memakai kaus serba hitam, dan ada pula yang memakai topeng-topeng yang terkesan aneh. Hal tersebut bertujuan untuk menentang apapun yang masyarakat umum katakan sebagai hal yang normal. Musik Underground di Indonesia menjadi suatu alat representasi dari indeologi, karena memang musik merupakan salah satu media yang paling banyak dinikmati.
Terkadang untuk menyampaikan suatu pemikiran, musik menjadi media yang lebih menarik dari pada hanya sekedar melalui tulisan atau pidato, karena orang-orang bisa menyerap gagasan yang ditujukan sembari menikmati alunan musik tersebut. Maka dari itu, musik Underground yang memiliki lirik-lirik protes terhadap suatu pemerintah dapat mempengaruhi banyak kalangan. Hal ini terus terjadi di Indonesia pada periode Reformasi hingga pasca Reformasi pada 1998 (Martin, 2021: 382). Musik Underground memiliki andil dalam membentuk cara berfikir para kalangan masyarakat untuk menjalankan gerakan yang menjatuhkan rezim otoriter seperti Orde Baru.
Sumber
- Tesis
- Beings, E. (2016). The DIY Ethos: A participatory culture of material engagement [Tesis Master]. University of Waikato.
- Jurnal
- Martin, S. (2021). ‘’Autonomous youth: Independence and Precarious-ness in The Indonesian Underground Music Scene’’. Journal Anthropology, Vol. 13, No. 2.
- Buku
- Narwoko, J. (2006). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media Group.
- Majalah
- Syaifullah, C. Media Indonesia. (4 Desember 2005). ‘’Antikemapanan’’.
Hlm. 16.