Bond sepak bola di Nusantara pada mulanya hanya dibentuk dan diisi oleh orang-orang non pribumi. Di Bandung pertandingan sepak bola. Permainan sepak bola di Jawa kiranya sudah dimainkan pada 1901. Pada tahun itu sudah ada pertandingan sepak bola yang digelar di alun-alun Kota Bandung (Berrety, 1934). Kisaran 1901, baru orang-orang non pribumi saja yang bisa memainkan olahraga sepak bola, misalnya orang-orang Belanda, Tionghoa, dan Arab yang baru bermain sepak bola dan menciptakan bond-bond sepak bola. Tahun 1900, di Bandung berdiri klub sepak bola bernama BVC (Bandoengsche Voetbal Club). Kemudian berdiri klub sepak bola bernama SIDOLIG (Sport in De Open Lucht is Gezond, yang memiliki arti bermain di udara terbuka adalah sehat) pada 1902, diikuti oleh UNI (Uitspanning Na Inspanning, yang berarti bersenang-senang setelah bekerja) pada 1903 (Stokkermans, 2018). 

bond sepak bola bermain di alun-alun Bandung
Pertandingan Sepak Bola UNI di Alun-alun Kota Bandung (Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Pembentukan BVB

Kehadiran bond-bond sepak bola membuat antusiasme masyarakat terhadap olahraga sepak bola meningkat. Di Bandung antusiasme ini pun menimbulkan rasa ingin meningkatkan kualitas ataupun jumlah pertandingan yang bisa digelar. Pengorganisasian bond sepak bola sudah muncul menjadi sebuah wacana yang ingin diwujudkan. Dr. franz
dari SIDOLIG akhirnya meminta agar perwakilan bond-bond sepak bola bertemu dengan maksud untuk merumuskan badan sepak bola yang dapat mengorganisasi bond-bond sepak bola agar lebih teratur dan lebih baik.

Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan pembentukan BVB (Bandoengsche Voetbal Bond) yang berdiri pada 11 Juli 1914 (Suhedra, 2014: 17). Bandoengsche Voetbal Bond sebetulnya adalah hasil perubahan nama dari P.B.V (Preanger Voetbal Bond) yang sudah terbentuk pada 1904. Sebagai induk sepak bola di Bandung, BVB mengadakan sebuah kompetisi sepak bola yang dilaksanakan pada 1914. Dalam satu tahun tersebut diselenggarakan dua kompetisi yang diikuti sekitar 5 bond sepak bola besar yaitu UNI, SIDOLIG, Velocitas, Staas Spoor, dan Sparta yang baru bergabung dengan BVB pada pertengahan Juli. 

Pada tahap ini, hanya segelintir masyarakat yang bergabung dengan bond-bond sepak bola Belanda karena mereka mempunyai kedekatan dengan salah satu orang Belanda yang sedang menjalankan pendidikan, atau juga bekerja di suatu instansi. Tentu saja, mereka adalah orang-orang pribumi yang tergolong para menak priangan. 

Bond Sepak Bola Pribumi Mengikuti Kompetisi BVB

bond sepak bola alun-alun kota Bandung
Potret tribun alun-alun Kota Bandung
(Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Para siswa OSVIA dan HBS yang menyukai sepak bola kemudian semakin sering memainkan sepak bola, baik di sekitar sekolah, maupun di lingkungan masyarakatnya. Mereka biasanya bermain ketika memasuki masa libur sekolah (Palupi, 2004: 8). Hal itu mendorong pihak sekolah untuk membentuk sebuah bond sepak bola yang diisi oleh para siswa. Setelah mendapat tanggapan positif dari pihak BVB, akhirnya OSVIA mendapat kesempatan untuk ikut dalam kompetisi tahunan yang digelar oleh BVB pada 1918. Bond sepak bola OSVIA tergabung di Divisi II bersama Sparta II, UNI II, B.V.C, Velocitas II, dan SIDOLIG II (Suhedra, 2014: 8). Setahun setelah OSVIA bergabung dengan kompetisi BVB ini, pada 1919 HBS pun ikut bergabung dalam kompetisi BVB.

Keikutsertaan bond yang diisi oleh pemain-pemain pribumi ini mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat pribumi. Hal ini disebabkan karena para pribumi mempunyai perasaan bahagia karena bisa mendukung bond yang diisi oleh orang-orang pribumi, dan tampil di kompetisi tahunan BVB. OSVIA dan HBS merupakan bond sepak bola pribumi yang kerap kali mendapat perlakuan tidak adil dari BVB. Contohnya Bond sepak bola OSVIA tampil dengan meyakinkan meraih juara divisi II pada 1919 andai saja mereka tidak mendapatkan jadwal pertandingan yang padat.

Tentu jadwal pertandingan itu sengaja BVB buat agar OSVIA kelelahan dan kompetisinya tidak dijuarai oleh bond pribumi. Karena ketidak adilan ini pada tahun selanjutnya OSVIA memilih untuk memundurkan diri dari kompetisi pada 1920, karena rasa kecewa atas musim lalu (Het Nieuws van den Dag, 10 Januari 1920).

Pada 1921 OSVIA kembali bergabung dalam kompetisi BVB dan mereka langsung memainkan kompetisi di kasta tertinggi pada saat itu yaitu divisi 1. Bergabungnya OSVIA dalam kompetisi, membuat BVB mengubah sistem kompetisi di ketiga Divisi yang berjalan. Bandoengsche Voetbal Bond memberlakukan sistem promosi-degradasi. Sistem ini sengaja diciptakan agar OSVIA tidak lama bertahan di divisi 1. Belanda tidak menyukai ada bond sepak bola pribumi yang bermain di divisi 1, karena Belanda menganggap kondisi seperti itu merupakan sebuah kemajuan dari bond sepak bola pribumi.

Diskriminasi BVB terhadap Bond Sepak Bola Pribumi

bond sepak bola tim
Tim Sepak Bola di Bandung (Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Bandoengsche Voetbal Bond menganggap bahwa dengan sepak bola yang maju, maka masyarakat pribumi dapat mengumpulkan massa yang banyak dan mulai bergerak ke arah perjuangan menentang Belanda (Palupi, 2004: 11). Diskriminasi dari BVB terhadap bond sepak bola pribumi itu berimbas pada menurunnya semangat dari para pemain HBS maupun OSVIA. Kiprah kedua bond pribumi di kompetisi tahunan BVB harus berakhir pada 1923. Pada tahun itu HBS dibubarkan oleh BVB, namun tidak diketahui apa motif pembubaran HBS ini, tetapi dalam sebuah artikel hanya dijelaskan bahwa pembubaran HBS dilakukan karena “Akan muncul bond baru pada akhir tahun ” (Preangerbode 2 Februari 1923, hlm 9 dalam Rahmatulloh 2020).

Bond sepak bola pribumi lainnya yaitu OSVIA, akhirnya mengundurkan diri, setelah di kompetisi 1923/1924 tidak satu kali pun memenangkan pertandingan (Het Nieuws van den Dag, 25 Februari 1924). Kondisi ini membuat masyarakat pribumi semakin sulit untuk bisa mengembangkan sepak bola mereka. Bond-bond sepak bola pribumi sebenarnya sudah berdiri sejak sekitar 1919, dimulai dengan terbentuknya Bandoeng Indlandsch Voetbal Bond (BIVB) yang diikuti oleh tiga bond lain yaitu NBVB (Noord Bandoeng Voetbal Bond), NVB (Nationaal Voetbal Bond), serta TIBV (Tjiparay Indlandsch Voetbal Bond).

Namun perkembangan bond-bond sepak bola di Bandung pada masa itu kurang bisa berkembang, karena bond-bond tersebut diciptakan hanya untuk memenuhi kepentingan lokal dan pendirinya yang terlalu mencampuri urusan bond tanpa memikirkan bagaimana bond sepak bola itu dapat berkembang dan bersaing dengan bond-bond sepak bola bentukan Eropa maupun Tionghoa (Salam, 2019: 53–56). 

Sumber

  1. Berrety, 1934. 40 jaar voetbal Ned : Indie 1894-1934. Soekaboemi
  2. Palupi, S. A. 2004. Politik & Sepak Bola. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
  3. Suhedra, E. 2014. Persib Juara. Bandung: RakBuku.
  1. Rahmatulloh, Anugrah. 2020. Segregasi Masyarakat Belanda-Bumiputera Dalam Sepak Bola Di Bandung 1900-1942. Universitas Padjadjaran.
  2. Salam, F. 2019. Perkembangan Persepakbolaan Bumiputra Di Bandung 1919 – 1942. Universitas Padjadjaran.
  1. Het Nieuws van den Dag ”Sport en Wedstrijden: De Sportweek”. 25 Februari 1924.
  2. Het Nieuws van den Dag, 10 Januari 1920
  1. Stokkermans, Karel. 2015. “The NIVB” dalam http://www.rsssf.com/tablesi/indiechamp.html. Diakses pada 30 Mei 2022, pukul 13.01 WIB.