Hallo Kawantur, kali ini Mintur mau sharing resensi buku lagi nih. Kali ini, ada resensi buku Memoar Pulau Buru karya Hersri Setiawan, yuk simak resensi ini sampai selesai.
Mendarat oleh Hersri Setiawan
Hari-hari gelap belum berakhir
tapi akhir ini telah bermula
kubuka genggaman tanganku
hasrat hidup yang berdenyut
jalan harus kuretas
sendiri
hari ini
hari paling pertama
hari awalku bagi segala
1978
Daftar Isi
ToggleSekilas Peristiwa dalam Buku Memoar Pulau Buru
Barak menjadi terdiam beberapa jurus! Hampir bersamaan dengan raung bentakan Danton, dan tangan tonwal hampir melibas pipi Kromoredjo, keluar juga teriakannya:
“D…d…d… dua likur !” Suaranya yang terdengar.
Bersamaan itu terdengar lebih keras Supardjo P.A. meledakkan suara tertawanya. Biarpun kedua telapak tangannya telah berusaha menutupi mulutnya sendiri, tapi tetap saja ia tidak kuasa meredamnya.
“Siapa itu?” meraung Danton
ia melangkah hendak menghampiri Supardjo.
“Pak!” Irawan menghadang langkahnya. “Jangan, Pak! Ia begini!”
“Apa begini?” tanya Danton sambil menirukan Irawan, menyilangkan jarinya di jidatnya.
“Pikiran abnormal, Pak!” suara sember Supardjo sendiri yang tiba-tiba memotong.
“Apa?!” Danton meraung lebih keras.
“Dia gila, Pak!” jawab Irawan, tak mau kalah keras.
Barak diam lagi, juga barak sebelah-menyebelah, barak delapan dan sepuluh, ikut diam. Mendengarkan dan menunggu kejadian apa yang akan segera menyusul. Si tapol menunggu hukuman, dan sang Danton mencari bentuk pernyataan kekuasaannya.
“Tiarap!” perintah Danton.
Kami semua tanpa ragu tiarap di tanah comberan yang anyir.
“Push-up!” perintah yang menyusul.
Kami semua push-up.
Tonwal yang berkeraben dan berting berkeliling. Memeriksa gerak-gerik lima puluh tubuh tapol ber-push–up. Barang siapa yang tidak push-up seperti semestinya, ditendanginya atau diinjaknya punggung si tapol dalam-dalam ke comberan. Namun hukum renteng push-up itu akhirnya dihentikan juga. Yaitu ketika Aki Aminto Kemo, tapol tertua dari Indramayu, dan juga Mang Sadli tapol pengidap TBC dari Subang, telah tertelungkup tak mampu bergerak lagi.
Identitas Buku
- Judul Buku : Memoar Pulau Buru
- Penulis : Hersri Setiawan
- Tebal buku : xxiv + 516 Halaman
- Tahun Terbit :Cetakan Pertama 2004
- Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
- Penyunting: Christina M. Udiani
- Ilustrasi Sampul: Alit Ambara
- Ilustrasi Foto: Budi Wasto
- Penata Letak: Deborah Amadis Mawa
- Harga buku : +- Rp. 250.000
- ISBN: 978-979-91-0984-2
Resensi Buku Memoar Pulau Buru
Buku Memoar Pulau Buru merupakan buku autobiografi dari Hersri Setiawan. Dalam buku ini, ia bercerita tentang pengalamannya menjadi seorang Tapol (tahanan politik). Ia menceritakan bagaimana kehidupannya di RTC (Rumah Tahanan Chusus) Salemba hingga akhirnya dia, dan seluruh tahanan politik dibuang ke pulau Buru.
Buku ini bercerita bagaimana kerasnya kehidupan tapol di sana. Sejak awal datang, mereka sudah harus membuka lahan (dari asalnya hutan). Pembukaan lahan ini sempat mereka rasakan dengan menggunakan tangan kosong, tanpa peralatan satupun.
Hersri pun dalam buku ini banyak berkisah mengenai teman-temannya dalam suatu bab bertajuk tokoh-tokoh. Buku ini berhasil menggambarkan bagaimana perasaan orang-orang yang ditahan bertahun-tahun, lalu dibuang ke sebuah pulau antah berantah tanpa proses pengadilan sama sekali.
Di Pulau Buru. para tapol bukan saja harus menghidupi dirinya sendiri, mereka juga membuka lahan, berternak, menebang pohon, melakukan penyulingan minyak kayu putih untuk menghidupi juga para tentara yang menjadi penjaga mereka.
Buku Memoar Pulau Buru ini bukan hanya mengisahkan kehidupan para tahanan politik akibat dampak peristiwa setelah 30 September 1965 secara dramatis semata. Buku karya ini menyodorkan suatu narasi kemanusiaan yang oleh kebanyakan generasi khususnya di masa Orde Baru yang nyaris terabaikan.
Narasi yang disampaikan di dalam buku ini bukan hanya mengilustrasikan kehidupan pribadi yang dialami oleh penulis selama dalam masa tahanan di pulau itu, melainkan mengisyaratkan adanya suatu harapan yang sebelumnya pernah menjadi ‘mimpi’ para tapol ketika Indonesia baru saja memulai kehidupannya sebagai bangsa yang berdaulat sebelum peristiwa 30 September 1965 terjadi. Narasi sejarah semacam ini memberi alternatif membaca gerakan sosial khususnya ketika persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) juga menjadi prasyarat penting bagi masa depan bangsa Indonesia di mata masyarakat internasional
Baca Juga: https: Sinopsis Novel Siti Nurbaya Karya Marah Rusli: Kisah Kasih Tak Sampai
Kelebihan Buku
Ada beberapa kelebihan yang melandasi kenapa kita harus membaca buku ini, diantaranya adalah.
1. Bersumber dari Pelaku
Buku ini ditulis oleh seseorang yang mengalami peristiwa tersebut, hal ini membuat isi dari buku ini lebih bisa dipertanggung jawabkan keaslian sejarahnya karena memiliki sumber yang cukup kuat yaitu dari the actors atau pelaku.
2. Informasi yang Kuat
Buku ini juga sangat kaya akan informasi, buat kalian yang sedang ingin banyak tahu tentang bagaimana kehidupan para tapol yang ditahan atas tuduhan sebagai bagian dari G30S PKI, ini menjadi buku yang wajib dibaca, karena selain penulisnya adalah yang mengalami kasus ini sendiri, Hersri juga berhasil membuat buku ini menjadi kaya akan informasi yang kita butuhkan untuk mengerti situasi di Pulau Buru.
3. Bahasa Yang Mudah Dimengerti
Buku ini juga memiliki bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti. Buku ini tersusun dengan kosa kata sehari-hari yang mudah dimengerti, sehingga pembaca tidak akan menemui kesulitan yang berarti untuk mengerti maksud-maksud yang berusaha disampaikan oleh sang penulis buku.
Kekurangan Buku
Jika kita memposisikan buku ini sebagai sumber sejarah, tentunya kita butuh sumber-sumber primer, dan pendukung lainnya. Walaupun dalam metode sejarah the actors termasuk sebagai sumber primer, namun tentunya buku ini banyak subjektivitas yang perlu dilakukan koroborasi untuk memperkuat informasi-informasi yang ada.
Siapa Yang Cocok Membaca Buku ini?
Akhir kata, buku Memoar Pulau Buru karya Hersri ini menjadi salah satu karya yang perlu sekali di apresiasi, dalam rangka berusaha mengabadikan satu momen sejarah yang sangat penting. Buku ini menjadi rekomendasi yang Mintur bisa katakan wajib kalian baca jika sedang berusaha mencari tahu informasi mengenai orang-orang yang pemerintah Orba masukkan kedalam tapol golongan B (mereka yang dianggap bersalah tanpa melalui tahapan sidang). Kalian yang berusaha memahami kasus-kasus PKI, keadaan politik orba, dan kisah-kisah berkisar tahun 1965, pasti akan terbantu dengan informasi-informasi yang ada dalam buku Memoar Pulau Buru ini.
Sekian dulu ya resensi buku Memoar Pulau Buru kali ini, buat kalian yang mau cari-cari referensi buku bacaan, jangan lupa buat kunjungi website bertutur.com ya. Terimakasih semuanya, have a nice day.