Hallo Kawantur, kali ini Mintur mau bahas mengenai resensi novel Ronggeng Dukuh Paruk. Novel yang satu ini udah diangkat jadi film layar lebar loh dengan judul “Sang Penari”. Lalu seperti apa menariknya novel ini? simak artikel Bertutur yang satu ini ya.
Daftar Isi
ToggleNovel Ronggeng Dukuh Paruk
Kalian pecinta buku tentunya wajib dong hukumnya baca novel yang satu ini. Sebenarnya Ronggeng Dukuh Paruk merupakan novel pertama dari rangkaian trilogi yang berjudul Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Pada 2003,Gramedia Pustaka Utama menerbitkan trilogi ini menjadi satu novel yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk.
Sebenarnya sebelum novel ini diadaptasi menjadi film Sang Penari,Pada 1983 novel ini sudah lebih dulu diadaptasi menjadi film layar lebar dengan judul Darah dan Mahkota Ronggeng. Film ini dibintangi oleh Ray Sahetapy dan Enny Beatrice, serta disutradarai oleh Yazman Yazid.
Novel ini termasuk ke dalam novel sejarah. Ronggeng Dukuh Paruk menceritakan kebudayaan ronggeng secara mendalam. Hal inilah yang menjadi nilai tambah dari novel ini, selain kalian akan diaduk-aduk perasaannya saat membaca novel ini, kalian juga bisa mempelajari sejarah Ronggeng dalam novel ini. Selain sejarah Ronggeng, kalian juga bisa menikmati suasana kisruh politik Indonesia 1965, karena latar waktu yang diambil oleh novel ini adalah 1965.i
Sinopsis Novel Ronggeng Dukuh Paruk
Dikutip dari mediajabar.com, Novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah sebuah novel yang menceritakan kehidupan yang ada di desa terpencil bernama Dukuh Paruk. Dulunya, di Dukuh Paruk ini terdapat nenek moyang yang menjadi orang paling dipercaya dan dihormati masyarakat. Setelah nenek moyang ini meninggal, penduduk desa di Dukuh Paruk masih memuja kuburan nenek moyang tersebut. Bahkan, penduduk juga menjadikan kuburan tersebut sebagai kiblat kebatinan dan kepercayaan mereka.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Srintil yang sejak kecil sudah yatim piatu karena orang tuanya meninggal bersama beberapa penduduk lainnya karena keracunan tempe bongkrek. Sejak masih bayi, Srintil dirawat oleh kakek dan neneknya. Kakek Srintil meyakini bahwa sejak kecil Srintil ini sudah kerasukan indang ronggeng. Kakeknya percaya bahwa Srintil dilahirkan sebagai ronggeng dengan restu arwah Ki Secamenggala. Anggapan inilah yang membuat Srintil akhirnya di gembleng menjadi ronggeng.
Kakek Srintil kemudian membawa Srintil ke Kartareja, seorang Dukun Ronggeng untuk memperlihatkan bakat dari cucunya tersebut. Kakek Sakarya (kakeknya Srintil) akhirnya menyerahkan cucunya tersebut ke Kartareja untuk menjalani syarat-syarat menjadi calon Ronggeng di Dukuh Paruk
Di kampung Dukuh Paruk ini, ronggeng memang menjadi suatu kebanggan. Bagi pedukuhan yang kecil, miskin, dan terbelakang in ronggeng merupakan suatu lambang kehidupan .Jika ada salah satu orang yang bisa menjadi Ronggeng, niscaya masyarakat setempat di sana akan ikut bangga melihat orang tersebut. Sudah 12 tahun lamanya desa yang menumpukan kebanggannya kepada ronggeng ini tidak memiliki ronggeng karena meninggal. Melihat Srintil yang digadang-gadang akan menjadi ronggeng, semangat kehidupan di Dukuh Paruk ini kembali menggelora
Tahapan awal untuk menjadi ronggeng, Srintil harus mandi kembang di depan cungkup makam Ki Secamenggala. Dalam tahapan-tahapan untuk menjadi ronggeng di Desa Dukuh Paruk ini, ada salah satu tahapan yang berat harus dilalui oleh calon ronggeng tersebut yaitu “buka kelambu”. di umurnya yang masih sangat belia, Srintil harus rela menerima ritual “pelelangan keperawanannya ini”. Buka kelambu merupakan malam dimana calon ronggeng akan memberikan kesuciannya kepada laki-laki yang berhasil memenangkan sayembara dengan memenuhi syarat yang biasanya berupa nominal uang emas. Kertaredja sebagai dukun ronggeng yang merawat Srintil lah yang akan memutuskan siapa pemenang dari lelang keperawanan ini. Uang hasil lelang tersebut sebagiannya akan dinikmati oleh Srintil dan sebagian lagi oleh sang dukunnya. Pada kasus masa kini, Kertaredja bisa disamakan dengan mucikari.
Srintil kecil mempunyai sahabat yang bernama Rasus, mendengar hal ini Rasus sungguh tidak setuju dengan keputusan Srintil menjadi seorang ronggeng, terlebih ia harus melewati prosesi buka kelambu. Namun sayang, keputusan sudah diambil. Srintil sebenarnya hanya ingin menjadi seorang ronggeng yang bisa menghibur banyak orang tanpa harus menjalani hal semacam ini, namun karena tradisi yang ada di desa itu mengharuskan adanya buka klambu, Srintil terpaksa harus mengikuti itu semua tanpa bisa menolak.
Pada malam buka klambu itu harusnya Srintil hanya menerima satu orang “tamu” saja, namun karena pada saat itu ada pertengkaran yang terjadi antara Dower dan Sulam yang memperebutkan keperawanan Srintil, Nyi Kertaredja memanfaatkan kondisi ini dan mengatur siasat agar keduanya bisa menikmati kemenangan sayembara itu dengan tujuan mendapatkan pundi-pundi harta yang lebih banyak.
Sebelum melayani tamu-tamunya, diam-diam Srintil keluar dari kamarnya menuju belakang rumah Kertaredja karena tau ada rasus yang sedang berusaha menggagalkan prosesi itu tapi tak bisa berbuat apa-apa. Srintil kemudian memaksa Rasus untuk menggaulinya, Ia lebih rela keperawanannya itu hilang oleh Rasus.
Setelah itu, Rasus yang kecewa pergi meninggalkan Dukuh Paruk, sedangkan Srintil menjadi seorang ronggeng yang sangat terkenal. Kecantikannya yang menggoda membuat banyak kalangan berebut ingin menikmati “bermalam” dengan Srintil, baik dari kalangan masyarakat biasa, hingga pejabat-pejabat daerah.
Cerita ini berlanjut dengan kisah malapetaka politik tahun 1965, yang menyeret Dukuh Paruk ke dalamnya. Mereka divonis sebagai pengkhianat negara sehingga daerahnya dibakar, ronggeng beserta para penabuh calung ditahan negara. Bahkan orang-orang yang= ditahan ini harus menyandang status “tapol”.
Srintil yang mulai memberontak Nyi Kertaredja ini bermaksud untuk mengubah hidupnya. Gelimang harta yang ia miliki tidak membuatnya bahagia. Ia ingin menjalani kehidupan layaknya perempuan pada umumnya, menikah dan menjalankan rumah tangga. Lalu berhasilkah Srintil menuju kehidupan yang diinginkannya?
Identitas Novel
- Judul: Ronggeng Dukuh paruk
- Penulis: Ahmad Tohari
- isi: 408 Halaman
- Terbitan Pertama: Tahun 2003 ( Pertama kali terbit tahun 1982 dalam bentuk trilogi)
- Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
- ISBN: 9789792277289
- Harga: Rp 65.000.
Kelebihan Novel Ronggeng Dukuh Paruk
Kelebihan novel ini menurut Mintur pribadi sangat banyak, dari mulai pemilihan kata yang sangat indah dalam penggambaran alam dan suasana saja sangat membuat pembaca dimanjakan dalam menikmati kata-kata. Dari novel ini juga kita bisa mengetahu gambaran kehidupan perempuan dimasa lalu dalam sebuah lingkungan yang terbelakang. Ditambah novel ini yang memang merupakan novel sejarah, membuat pembacanya bisa mengetahu banyak mengenai sejarah ronggeng, juga situasi politik tahun 1965 yang menjadi latar waktu dari novel ini.
Kekurangan Novel Ronggeng Dukuh Paruk
Menilai novel ini menjadi suatu yang sangat subjektif bagi Mintur, karena ini merupakan salah satu novel yang membawa Mintur terjebak masuk ke dalam kecintaan dunia novel, agak sulit mencari kelemahan dari novel ini. Mungkin kelemahannya adalah novel ini mengandung banyak perkataan dan adegan yang 18+ sehingga tidak terlalu disarankan bagi kalian yang masih dibawah umur.
Cukup segini dulu deh resensi novel Ronggeng Dukuh Paruk kali ini, pokoknya untuk novel yang satu ini Kawantur jangan sampe lewatkan ya, karena ini salah satu novel kesayang Mintur huhu. Sampe ketemu lagi di resensi novel selanjutnya ya, jika kalian suka sama rubrik ini, boleh banget bantu sharenya biar temen-temen kalian ikut berkunjung ke salah satu rubrik bertutur ya. Terimakasih telah membaca sampe selesai, have a nice day.
[…] Baca Juga: Resensi Novel Ronggeng Dukuh Paruk: Novel Sejarah Berlatar 65 […]