Sebuah Cerita Mengenai Jalan Braga

sejarah jalan braga (sebuah cerita mengenai jalan braga)

Sejarah memang selalu menaungi bangsa ini. Dengan kehadiran sejarah inilah Pariwisata Indonesia menjadi terasa lengkap. Apalagi, dengan peninggalan-peninggalan yang masih terawat dengan baik, membuat bangunan ini menjadi sebuah spot foto yang begitu menarik untuk dijelajahi. Salah satu bukti sejarah yang saat ini masih berdiri kokoh dengan berbagai macam cerita yang tersaji di dalamnya adalah Jalan Braga Bandung. Jalan Utama Kota Bandung ini sudah ada sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Jalan ini pun menjadi salah satu tempat favorit anak-anak muda Bandung untuk menghabiskan waktu malam minggu mereka.

Sejarah Jalan Braga Bandung

Jalan Braga adalah jalan bersejarah yang dahulunya pernah dikenal sebagai Paris Van Java. Nama dari jalan ini tetap dipertahankan, karena begitu banyak kenangan yang tersirat dari terusan jalan menuju gedung Konferensi Asia Afrika ini. Saat ini Jalan Braga dijadikan sebagai sebuah jalan protokoler di Bandung. Menurut catatan sejarah, jalan Braga sempat di juluki sebagai jalan culik, jalan yang angker, yang kerap menghilangkan banyak nyawa orang. Apalagi saat agresi militer, jalan ini menjadi rawan untuk dilewati baik dari pihak Belanda maupun dari Indonesia (Eringa, FS. 1984: 5).

Bila dilihat dari bahasa, jalan ini berasal dari bahasa sunda yaitu, Ngabaraga. Arti dari bahasa ini adalah bergaya. Bisa dibilang, sejak dahulu braga dikenal sebagai pusat kota yang mempunyai banyak pertokoan untuk bergaya. Karena itulah, ngabaraga menjadi nama dari kawasan yang saat ini terkenal dengan bangunan-bangunan tua. Pada tahun 1882, Asisten Residence Belanda yang bernama Pieter Sitijhof, memberikan nama baru bagi jalan ini dengan nama Bragaweg. 

Wajah Baru Jalan Braga

Tidak hanya namanya saja tetapi, tampilan dari kawasan ini juga diubah. Asisten Residence menambahkan beberapa batu kali serta dihiasi dengan beberapa lampu minyak. Andai saja demam selfie dan foto sudah hadir sejak zaman dahulu, pasti saat ini kita akan tahu bagaimana indahnya kawasan spot foto yang ada di tahun 1882 ini, yang dibaluti dengan nuansa klasik sekaligus mencekamnya. Setelah dipoles dengan sedemikian rupa, kawasan ini semakin diminati oleh berbagai tamu negara Hindia Belanda yang berkunjung ke Bandung. Seperti negara-negara di Eropa, Belanda, Cina, dan orang-orang Indonesia sendiri, mereka seakan terpesona dan terbius dengan tampilan baru dari Jalan Braga ini (Hardjasaputra. 1999: 20).

Polesan Eropa di Wajah Braga

Nama Braga semakin melejit setelah pembangunan kawasan ini mulai digenjot dengan hadirnya barang-barang elite. Tidak hanya itu, kesenian, hiburan, dan berbagai macam fasilitas terus dibangun dengan gaya yang sengaja dibuat menyerupai Eropa. Tujuannya adalah, agar wisatawan dari eropa yang datang ke bandung tetap merasakan nuansa Eropa (Coolsma. 1913: 27).

Selain itu, pemerintahan Hindia Belanda ingin warga Eropa yang datang tetap dengan gayanya yang selalu konsumtif. Sehingga, roda perekonomian bisa berjalan dengan baik. Hal inilah yang membuat nama Braga menjadi digsndrungi oleh bangsa-bangsa eropa dan menjadi tujuan favorit bila mereka berkunjung ke negeri ini. Berkembang dengan sangat pesat, Braga menjadi sebuah kawasan metropolitan dengan banyaknya bangunan-bangunan yang berdiiri di kawasan ini. Seperti bar, tempat-tempat hiburan malam, butik yang sangat megah dan beberapa hotel sebagai tempat untuk menginap (Hardjasaputra. 1996: 30).

Kehadiran Hiburan Malam di Kota Bandung

Hadirnya hiburan malam di Bandung, ternyata menimbulkan beberapa hal-hal negatif. Banyak wisatawan asing yang datang dan tidak membawa istri mereka. Wisatawan asing ini memilih untuk melirik gadis-gadis bandung yang memang terkenal dengan kecantikannya. Oleh karena itu, bandung dijuluki dengan kota kembang. Karena julukan ini lah ada sebuah selebaran yang cukup unik, dibuat oleh beberapa komunitas di bandung pada waktu itu. Selebaran ini berbunyi, “Tuan-Tuan Turis yang baik, janganlah pergi ke Bandung jika, tidak membawa Istri atau meninggalkan istri dirumah.” (Kunto. 1984: 60).

Daftar Sumber

  • Buku

  1. Coolsma, S. 1913. Soendaneesch – Hollands Woordenboek. AW. Sijthoff‟s Uitgeevers-Maatschappij. Leiden.


  2. Eringa, FS. 1984. Soendaas – Nederlands Woordenboek. Foris Publications Holland, Dordrecht – Holland/ Cinnaminson .USA.
  3. Hardjasaputra. Sobana. 1999. Sejarah Kota Bandung 1810- 1906. Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II. Bandung.
  4. Kunto, Haryoto.1984. Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. Bandung. PT. Granesia.
  • Disertasi
  1. Hardjasaputra, Sobana 1996. Transportasi Kereta Api di Jawa Barat dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi di Bandung dan Sekitarnya (1884 – 1906). UGM. Yogyakarta.
0 0 votes
Beri Kami Nilai
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback
1 year ago

[…] Baca Juga […]