Pengantar Singkat FIlm Wes Anderson

Perjumpaan pertama saya dengan karya-karya Wes Anderson diawali oleh film The Grand Budapest Hotel (2014). Sebelum itu, saya tak pernah mendengar sosok Wes Anderson sama sekali. Namun, di perjumpaan pertama itu, baik saya atau siapa saja yang baru mengenal karya Wes Anderson, akan dibuat jatuh cinta pada pandangan pertama. Karakter yang paling menonjol dari karya-karya sutradara kelahiran Texas itu adalah gaya visualnya. Sekali saja menonton The Grand Budapest Hotel. para penonton awam seperti saya langsung ngeuh dengan sentuhan khasnya. 

FIlm Wes Anderson

Beranjak dari film yang berhasil menggondol empat piala oscar di tahun 2015 itu, saya mulai menelusuri karya-karya Anderson lainnya: dari Moonrise Kingdom (2012) hingga film pertamanya sebagai sutradara, Bottle Rocket (1996). Secara keseluruhan, dapat disimpulkan jika Anderson memang konsisten dengan gaya yang serupa di setiap filmnya. Hal itu dapat ditemukan dari banyaknya kesamaan pada seluruh aspek visual. Framing yang simetris dengan komposisi flat selalu mendapat porsi paling banyak dalam sederet scene di filmnya.

Penempatan objek yang selalu di tengah dan sejajar dengan kamera membuat setiap penonton sangat mudah mengidintefikasi karya-karya Wes Anderson. Selain itu, cameo serta tata artistik yang tersaji dalam misce-en-scene selalu tertata rapi dan sangat presisi. Dari fakta tersebut, bukankah sangat mungkin jika ia adalah seorang pengidap OCD? Anderson juga sering menggunakan shot over head. Hal ini dimaksudkan agar penonton tetap bisa fokus terhadap objek utama, tanpa harus mengorbankan tata artistik yang telah ditata serapih mungkin, pastinya.

Palet Warna Film Anderson

Selain itu, palet warna yang dipakai Anderson pun tidak kalah seksinya. Ia nampaknya terobsesi dengan warna kuning dan merah. Hal itu tampak jelas di setiap film-filmnya yang selalu didominasi oleh dua warna tersebut. Kedua warna itu seringkali dipadukan dengan warna biru serta warna-warna turunannya. Warna-warna tersebut ditampilkan dengan tingkat kecerahan dan saturasi yang tinggi, sehingga kesan bold yang dibangun dapat tersampaikan dengan sangat baik. Anderson selalu konsisten dengan warna-warna yang cerah bernuansa ceria, sekalipun dalam adegan yang sedih atau mencekam. Maka, tak heran jika banyak adegan-adegan emosional atau mencekam dikemas dengan cara yang absurd. 

Namun, konsep yang terkesan paradoksal tersebut tidak lantas mengaburkan sub-teks yang hendak disampaikan Hal yang paling unik adalah penggunaan font Futura yang nyaris terdapat di seluruh filmnya. Mulai dari opening scene, heading text, hingga tulisan-tulisan yang terdapat dalam setting latar. Font yang tergabung dalam spesies Sans-Serif itu menambah kesan bold yang telah dibangun oleh komposisi warna.

Keunikan sinematografi film-film Anderson juga tidak lepas dari peran sinematografer andalannya, Robert Yeoman. Sejak pertama kali bekerjasama untuk film The Royal Tenenbaums yang rilis pada 2001, mereka bersama-sama telah membuat total empat film, yakni Hotel Chavalier (2007), Moonrise Kingdom (2012), The Grand Hotel Budapest (2014), hingga The French Dispatch yang rilis pada 2021. Selain mudah untuk dikenali, presisi dan keteraturan yang ditata sedemikian rapih membuat karya Wes Anderson selalu meninggalkan kesan yang baik sekaligus unik dalam pengalaman menonton film.