Daftar Isi
ToggleLatar Terjadinya Sejarah Peristiwa Boston Tea Party
Pada 16 Desember 1773, puluhan orang berpakaian ala suku Indian menyerang kapal-kapal milik Inggris di Pelabuhan Boston, Amerika Serikat. Pelaku banyak yang tergabung dalam organisasi rahasia Son of Liberty. Mereka membuang ratusan peti berisikan teh dari atas kapal sebagai bentuk dari protes terhadap monopoli serta penetapan pajak yang tinggi (Bernard, 1872: 33). Peristiwa yang dikenang sebagai Boston Tea Party itu, berujung dengan kemerdekaan Amerika Serikat pada tiga tahun setelahnya. Akar persoalannya bisa dilihat dari obsesi warga Inggris terhadap komoditas dalam peti yang ramai-ramai dibuang ke laut itu.
Meningkatnya Kegiatan Minum Teh
Pada abad ke-17, orang Eropa mulai mencicipi teh. Di Britania Raya, popularitasnya meningkat tajam, mulai dari abad ke-18. Sejak saat itu pula, Inggris menjadi salah satu negara peminum teh terbesar di dunia. Konsumsi teh di sana bisa mencapai 1,9 kg per kapita. Inggris mengandalkan produksinya dari wilayah koloni seperti Cina dan India. Kegiatan mengimpor teh dilakukan oleh korporasi bernama British East India Company. Pada awal hingga pertengahan 1700-an, aktivitas impor mereka tercatat mengalami peningkatan hingga empat kali lipat (Juniardi, 2005: 13).
Pada suatu saat, Parlemen Inggris sampai melarang impor tekstil siap pakai dari Asia agar bisa fokus untuk mengimpor teh. Kebijakan ini lambat laun mengganti popularitas mengonsumsi kopi yang harganya kian mahal, sementara harga teh makin terjangkau terutama pada era 1750-an. Konsumsi teh berkembang di kalangan kelas menengah Inggris setelah penemuan gula. Tak lama setelahnya, meminum teh menjadi semacam kegiatan khusus yang terasa elite, bahkan patriotik. Problem muncul saat konsumsi teh mulai meningkat di wilayah koloni, yakni ditandai dengan kemunculan korporasi-korporasi pesaing East India Company.
Upaya Inggris dalam Mem0nopoli Perdagangan Teh
Beberapa korporasi asal Belanda dikenal menjual teh selundupan ke Eropa maupun Amerika, dengan harga jauh lebih murah. Pengepul maupun pedagang lebih menyukai transaksi dengan mereka, dan otomatis mengganggu dominasi Inggris. Untuk menjaga praktik monopolinya, pada 1721, Parlemen Inggris mengesahkan undang-undang yang mengatur jual beli teh di wilayah koloni, yang hanya boleh dilakukan melalui barang impor dari Britania Raya. Namun, aturan ini tidak menuai hasil yang diharapkan, karena penjualan teh selundupan dari Belanda tetap Berjaya di pasaran. Kondisi ini diperparah karena keuangan Kerajaan Inggris yang mulai bobrok. Parlemen Inggris kemudian membuat dan menjalankan Undang-undang Townshend sebagai solusi. Undang-undang Townshend adalah aturan penetapan pajak pertama yang Inggris tetapkan di wilayah koloni dengan tujuan untuk menambah kas Kerajaan (John, 1909: 9).
Undang-undang ini ditentang kelompok patriot Amerika seperti Whigs. Mereka beragumen bahwa Undang-undang tersebut adalah pelanggaran konstitusi Inggris yang menyatakan pajak hanya bisa dikenakan jika koloni memiliki perwakilan di parlemen yang hingga saat itu belum terwujud. Kelak argument ini dikokohkan melalui slogan “no taxation without representation” (menolak pajak tanpa perwakilan), dan menjadi basis filosofi para patriot yang menghendaki kemerdekaan ke-13 koloni Amerika. Saat proses anti undang-undang itu kian meluas, Parlemen Inggris mencabutnya pada tahun 1770 (Soebantardjo, 1956: 27).
Son of Liberty: Pelopor Aksi Protes Kebijakan Teh Inggris
Mereka tetap mempertahankan sub-pasal mengenai cukai teh. Cukai ditarik saat peti-peti teh mendarat di Pelabuhan Boston yang menjadi pusat importir teh kolonial terbesar di dunia. Sementara penyelundupan teh illegal tetap terjadi di Pelabuhan New York dan Philadelphia. Aturan cukai teh hanya bertahan hingga tahun 1772. Oleh karena itu, Parlemen Inggris segera mengesahkan Undang-undang teh untuk melanggengkan penetapan cukai teh. Rakyat Amerika semakin muak karena tingkat kerugian semakin besar. Mereka kemudian memulai aksi-aksi protes yang lebih luas. Whigs, yang kadang menyebut diri sebagai Sons of Liberty, menjadi kelompok pelopor. Mereka menggalang kampanye di Pelabuhan-pelabuhan untuk sosialisasi sekaligus merekrut para korban kebijakan pemerintah Inggris (William, 1931: 5).
Terjadinya Peristiwa Boston Tea Party
Petisi lambat laun berubah menjadi ultimatum. Saat sang gubernur tidak mau merealisasikan tuntutan hingga 15 Desember 1773, keesokan harinya Adams dan kawan-kawan menginisiasi Boston Tea Party. Aksi dijalankan menjelang malam hari. Massa yang tergabung dalam Sons of Liberty memakai kostum suku Indian, lebih tepatnya orang Mohawk, agar tidak dikenali karena aksi mereka yang bersifat ilegal. Kostum Indian juga diniatkan sebagai simbol perlawanan karena Sons of Liberty mengasosiasikan diri sebagai patirot asli Amerika (yang juga ironis sebab yang suku Indian lawan adalah pendatang kulit putih Eropa). Total ada 342 peti berisi teh yang dibuang ke laut dari tiga kapal: Dartmouth, Eleanor, dan Beaver. Peristiwa berlangsung selama tiga jam, terdapat kesimpangsiuran jumlah pelaku. Keesokan harinya, Samuel Adams muncul ke publik untuk membela aksi tersebut. Ia berargumen bahwa aksi tersebut bukan jenis gerombolan tanpa hukum (lawless mob), melainkan bentuk protes yang didasarkan pada prinsip yang jelas, serta jalan satu-satunya untuk mempertahankan hak konstitusional rakyat Amerika.
Parlemen Inggris meresponsnya dengan menerbitkan Undang-undang Tindakan yang “Tak Bisa Dimaklumi” (Intolerable Act). Undang-undang ini ditujukan untuk menghukum koloni Massachussetts. Tapi, terbitnya undang-undang tersebut justru makin mengobarkan semangat perlawanan dari para aktivis di 13 koloni. Boston Tea Party sebagai batu loncatan dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan Amerika Serikat, hingga benar-benar terwujud melalui deklarasi tanggal 4 Juli 1776. Uniknya, banyak orang Amerika yang menghentikan konsumsi teh pasca peristiwa Boston Tea Party. Minum teh dianggap sebagai perilaku yang tidak patriotik. Keputusan ini berdampak pada makin lesunya perdagangan teh di berbagai pelabuhan di pesisir pantai timur Amerika. Presiden AS ke-2, John Adams, mendukung gerakan tersebut. Melalui surat kepada istrinya, Abigail, ia menyatakan akan mengganti minuman panasnya dengan kopi. Dan bisa ditebak: penjualan kopi di AS pun meningkat pada awal berdirinya negara tersebut (Michael, 2009: 29).
Daftar Sumber
- Buku
- Bernard Bolingbroke Woodward. 1872. Encyclopedia of Chronology: Historical and Biographical. London: Longmans, Green, and Co.
- Calista McCabe. 1917. George Washington. New York: Sam Gabriel Sons & Company.
- Juniardi R. Indar. 2005. Garis Besar Sejarah Amerika Serikat. Jakarta: Biro Program Informasi Internasional Deplu AS.
- J. Franklin Jameson. 1901. Encyclopedic Dictonary of American Reference. Boston: C. R. Gravam.
- John Bach. 1909. A Brief History of the United States. New York: American Book Co.
- Michael H. Hart. 2009. Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia. Bandung: Mizan Media Utama.
- Soebantardjo. 1956. Sari Sedjarah Djilid II: Eropah-Amerika. Yogyakarta: Bokpri.
- William Roscoe Thayer. 1931. George Washington. Boston: Houghton Mifflin Company.
[…] Baca Juga […]
[…] Baca Juga […]
[…] Baca Juga […]