Sejarah Kesultanan Demak: Kemunculan hingga Keruntuhan

sejarah kesultanan demak

Hallo Kawantur, kali ini Bertutur mau bahas tentang Sejarah Kesultanan Demak, ada hal menarik apa di sini? yuk langsung simak artikelnya.

Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa

Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Islam datang dan menyebar ke Nusantara bertepatan dengan runtuhnya dua kekuatan besar Nusantara, Majapahit dan Sriwijaya. Islam berkembang pesat pada abad ke-9 dan lahirlah kerajaan Samudra Pasai di Aceh. Berkembangnya Islam di Nusantara, lambat laun mengubah kebudayaan Hindu-Budha yang sebelumnya memiliki pengaruh sangat besar.

Dengan kondisi seperti ini, Demak yang semula adalah daerah bawahan Majapahit, memilih untuk memisahkan diri dan mendirikan kerajaan baru. Ini merupakan awal dari berdirinya Kesultanan Demak pada akhir abad ke-15 dan merupakan kesultanan Islam pertama di Pulau Jawa. Kesultanan ini didirikan oleh putra Brawijaya V dengan seorang putri dari Campa, yaitu Raden Fatah pada 1478. Sebagai Kesultanan Islam pertama di Jawa, Demak memegang peranan penting dalam penyebaran agama islam pada saat itu. Kemudian, Demak berkembang menjadi pusat perdagangan, dan penyebaran agama Islam. 

Wilayah kekuasaan Demak meliputi beberapa wilayah di Jepara, Tuban, Sedayu Palembang, Jambi, serta Kalimantan. 

Demak juga memiliki beberapa pelabuhan strategis, yaitu Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik yang kemudian berkembang menjadi pelabuhan penghubung. 

 Letak Demak berada diantara pegunungan Muria dan Jawa yang pada perkembangannya, tempat ini menjadi pusat perdagangan dari orang muslim.

Perkembangan Kesultanan Demak

Brawijaya V bangga karena mendengar laporan, bahwa putranya yaitu Raden Fatah berhasil mengembangkan daerah Demak menjadi pusat perdagangan. Untuk mengapresiasi keberhasilan anaknya, Brawijaya V berniat untuk mengangkat Raden Fatah sebagai adipati Demak pada 1447 masehi. Berkat dukungan banyak pihak (masyarakat, para wali, dan pedagang), Kadipaten Demak semakin maju. Wilayah Demak ini bertambah meliputi Surabaya, Madura, Gresik, Tuban, bahkan Kendal, serta Cirebon di sebelah barat. Di bawah pimpinan Raden Fattah, Demak menjadi kerajaan yang makmur di Jawa. Dalam Jalur perdagangan Nusantara, Demak berfungsi sebagai penghubung, antara daerah penghasil rempah-rempah di bagian barat dan Timur Indonesia.

Selain bergerak dibidang maritim, Demak juga begitu memerhatikan sektor pertanian mereka. Beras menjadi salah satu komoditas perdagangan utama mereka. Pertanian Demak juga berhasil karena disokong oleh aliran sungai. Demak pun menjadi salah satu pusat penimbunan beras dari daerah sepanjang Selat Muria, yang pada akhirnya menjadikan Demak sebagai satu-satunya eksportir produk beras di lautan Indonesia. Salah satu keunggulan eksportir Demak lainnya adalah kain tenun Jawa. Kain tenun Jawa bisa dikatakan sebanding dengan tekstil yang diimpor dari India atau Cina (Kinanthi Rejeki, 2019).

Perebutan Malaka

Sejak tahun 1509, Demak merencanakan sebuah penyerangan ke Malaka, namun karena Portugis telah menyerang dan menduduki Malaka lebih dahulu (1511), serangan demak pun ditunda, hingga akhirnya pada 1512 mereka melancarkan serangannya terhadap Malaka, namun gagal. Permusuhan antara Demak dan Portugis bukan semata-mata karena perbedaan religi, namun karena motif ekonomi juga. Kedatangan Portugis di Malaka, menyebabkan terputusnya hubungan antara Jawa dan Malaka, hingga produksi-produksi Jawa tidak dapat lagi melakukan ekspor barang ke Malaka. 

Pada 1513, Portugis berhasil menguasai Malaka. Kehadiran Portugis ini merupakan sebuah ancaman tersendiri bagi Kesultanan Demak. Akhirnya, Demak melancarkan serangan terhadap Portugis yang dipimpin oleh Pati Unus atau dikenal  sebagai Pangeran Sabrang Lor. Adipati Unus mengerahkan armada yang terpusat di Jepara. Adipati Unus yang dibantu Palembang ternyata tidak berhasil menyingkirkan kekuasaan Portugis di Malaka. 

Walaupun mengalami kegagalan, ternyata Demak tidak mengurungkan niatnya untuk mengusir Portugis dari Malaka. beberapa waktu setelah kegagalan yang pertama, Raden Fatah memerintahkan kembali penyerangan terhadap Portugis. Penyerangan ini dipimpin oleh Ratu Kalinyamat, cucu Raden Fatah sendiri. Serangan kedua ini pun berakhir dengan kegagalan karena Portugis yang sudah semakin kuat di Malaka. Kegagalan ini menjadi serangan terakhir yang diperintahkan oleh Raden Fatah, karena Raden Fatah wafat pada 1518.

Selama memimpin Kesultanan Demak, Raden Fatah memiliki tiga orang istri yaitu, putri Sunan Ampel yang melahirkan Pangeran Sabrang Lor dan Raden Trengono, Putri dari Randu Sanga yang melahirkan Raden Kanduruwun, dan putri Bupati Jipang yang melahirkan Pangeran Sekar Seda Ing Lapen, serta Ratu Mas Nyawa

Raja-raja Setelah Raden Fatah.

Berdasarkan Kronik Cina, Raden Fatah wafat pada usianya ke 63 pada tahun 1518. Setelah wafat, Raden Fatah digantikan oleh Pangeran Sabrang Lor. Sabrang Lor kemudian meninggal pada tahun 1521. Karena pangeran Sabrang Lor tidak memiliki anak, kekuasaan Demak diteruskan oleh adiknya yaitu, Sultan Trenggono (Ngatino, 2018). Menurut Serat Kandha, Sultan Trenggono berkuasa dari 1521-1546 dan selama pemerintahannya, ia melancarkan serangan-serangan untuk menguasai beberapa pelabuhan utara Jawa dan hampir semua wilayah bekas kekuasaan Majapahit.

Pada 1646, Sultan Trenggono wafat. Hal ini menyebabkan terjadinya kekosongan tahta Kesultanan Demak. Sunan Giri dan sesepuh Kesultanan Demak sepakat untuk mengangkat putra sulung Sultan Trenggono, yaitu Sunan Prawoto sebagai Sultan keempat Demak dengan gelar Sultan Syah Alam Akbar Jiem-Boen-Ningrat iv. Sunan Prawoto menderita penyakit mata yaitu kebutaan yang dihubungkan dengan karma karena telah membunuh pamannya yang memberontak. Penobatan Sunan Pranowo ini ternyata menimbulkan kekecewaan dari Arya Penangsang. Arya Penangsang yang dari mulanya sudah memiliki rasa dendam karena kematian ayahnya itu, akhirnya mengirim utusan untuk membunuh Sunan Prawoto dan anggota keluarganya (Mukti dan Sulistyo, 2020).

Awal mula konflik yang terjadi di Kesultanan Demak karena adanya perebutan kekuasaan kesultanan Demak yang dipicu karena meninggalnya Pati Unus pada 1521.Kekosongan tahta Kesultanan Demak, menyebabkan para keturunan berebut kekuasaan, yang akhirnya berujung pada perang yang berlarut-larut dan kehancuran Kesultanan. Perebutan kekuasaan terjadi antara Pangeran Sekar Seda ing Lepen dan Pangeran Trenggono.

Berakhirnya Kekuasaan Kesultanan Demak

Pada 1547, Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga mengadakan pertemuan untuk membahas ketegangan antara Demak dan Jipang. Penyelesaian yang diupayakan oleh para ulama ini ternyata tidak berhasil. Arya Penangsang kemudian berhasil membunuh seluruh keluarga Sultan Trenggono kecuali Ratu Kalinyamat. Ratu Kalinyamat yang selamat dari pembunuhan Arya Penangsang ini kemudian meminta bantuan kepada Hadiwijaya yang masih anak menantu dari Raja Trenggono. Mendengar Hadiwijaya membantu Kalinyamat, Arya Penangsang pun murka dan berniat untuk menyingkirkan Hadiwijaya. Usaha yang dilakukan oleh Arya Penangsang ternyata selalu mengalami kegagalan. Hadiwijaya pun tidak tinggal diam, ia lalu mengadakan sayembara terbuka untuk melenyapkan Arya Penangsang dengan imbalan berupa tanah di Mentaok dan Pati.

Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Penjawi,  Juru Mertani, dan Raden Bagus tertarik untuk mengikuti sayembara ini. Mereka pun segera menyusun rencana untuk dapat mengalahkan Arya Penangsang. Ternyata strategi-strategi yang mereka jalankan berhasil, Arya Penangsang akhirnya terbunuh di suatu peperangan pada 1549. Sayembara yang dilakukan oleh Hadiwijaya ini telah berakhir dengan keberhasilan melenyapkan Arya Penangsang. Wafatnya Arya Penangsang ini sekaligus mengakhiri kekuasaan Kesultanan Demak (Mukti, dan Sulistyo, 2020).

Cukup sekian artikel Sejarah Kesultanan Demak: Kemunculan hingga Keruntuhan, pantengin terus Bertutur tiap harinya ya untuk membaca artikel menarik lainnya, terimaksih, dan hav a nice day.

Sumber

  1. Abdullah, Abdul Hadi DKK. 2015. Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Jilid I. Jakarta.
  2. Suyekti, Kinanthi Rejeki. 2019. Peranan Ratu Kalinyamat dalam Perkembangan Kota Jepara (1549 – 1579). II (2): 82 – 174.
  3. Ngationo, ana. 2018. Peranan Raden Fatah dalam Mengembangkan Kerajaan Demak Pada Tahun 1478 – 1518. Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah. Kalpataru 4(1): 17 – 28.      
  4. Mukti, DKK. 2020. Pergolakan Politik Kesultanan Demak dan Ambili Arya Penangsang sebagai Sultan Demak Ke-4 tahun 1546 – 1549. Yupa: Historical Studies Journal 3(2):69-78.  
  5. Poesponegoro, Notosusanto DKK. 1984. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III : Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Agama Islam di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 
0 0 votes
Beri Kami Nilai
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments