Sejarah Perumusan Dasar Negara dan UUD 1945

Sejarah perumusan dasar negara dan uud 1945

Edisi Vartikel

Upaya Perumusan Dasar Negara

Pada tanggal 28 Mei 1945, dilangsungkan upacara peresmian Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bertempat di Gedung Chuo Sangi In, Jalan Pejambon, Jakarta (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri). Jendral Itagaki (Panglima Tentara Wilayah Ketujuh yang bermarkas di Singapura dan membawahi tentara-tentara yang bertugas di Indonesia) dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima Tentara Ke-16 yang baru di Jawa) menghadiri sidang tersebut. Pada kesempatan itu pula dilakukan upacara pengibaran bendera Hinomaru oleh Mr. A. G. Pringgodigdo yang kemudian disusul dengan pengibaran bendera Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa tersebut telah membangkitkan semangat para anggota dalam usaha mempersiapkan kemerdekaan Indonesia (Nugroho, 1979: 9-10).

Perumusan Undang-undang dasar

Dokuritsu Junbi Cosakai atau yang disingkat Badan Penyelidik mulai mengadakan persidangan untuk merumuskan undang-undang dasar, dimulai dengan persoalan “dasar” bagi negara Indonesia Merdeka. Dalam kata pembukaannya, Ketua dr. Radjiman Wediodiningrat meminta pandangan para anggota mengenai dasar negara Indonesia Merdeka yang akan dibentuk itu. Ternyata ada tiga anggota yang memenuhi permintaan Ketua, untuk secara khusus membicarakan dasar negara. Mereka itu adalah Mr. Muh Yamin, Dr. Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno. Di dalam pidato selanjutnya Mr. Muh. Yamin mengemukakan lima“Asas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” sebagai berikut:

  1. Peri
    Kebangsaan
  2. Peri
    Kemanusiaan
  3. Peri
    Ke-Tuhanan
  4. Peri
    Kerakyatan
  5. Kesejahteraan
    Rakyat

Pemusatan terhadap Perumusan Dasar Negara

Pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Supomo memusatkan pembicaraannya kepada perumusan dasar negara Indonesia Merdeka. Dasar-dasar yang diajukannya untuk Indonesia Merdeka adalah “persatuan”, “kekeluargaan”, “keseimbangan lahir dan batin”, “musyawarah”, dan “keadilan rakyat”. Keesokan harinya pada tanggal 1 Juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan pertama itu. Pada kesempatan itulah Ir. Soekarno mengucapkan pidatonya yang kemudian dikenal dengan sebutan “Lahirnya Pancasila” (Nugroho, 1979: 10). Pada kesempatan itu Ir. Soekarno di dalam pidatonya mengemukakan perumusan lima prinsip dasar negara Indonesia
Merdeka dengan usul nama Pancasila sebagai berikut:

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan
  3. Mufakat atau demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa

 

Dengan berakhirnya rapat tanggal 1 Juni itu selesailah pula seluruh persidangan pertama Dokuritsu Junbi Cosakai. Persidangan itu tidak menghasilkan suatu kesimpulan atau perumusan. Selama persidangan berlangsung, anggotanya hanya mendengarkan pemandangan umum para pembicara yang mengetengahkan usul-usuk rumusan dasar negara bagi Indonesia Merdeka. Setelah persidangan pertama itu selesai, diadakanlah “reses” selama satu bulan lebih (Nugroho, 1976: 17).

Pembentukan Panitia Kecil

Sebelum memasuki reses itu, Badan Penyelidik membentuk suatu Panitia Kecil di bawah pimpinan Ir. Soekarno dengan anggota lainnya adalah Drs. Moh. Hatta, Soetardjo, Wachid Hasjim, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandar Dinata, Muh. Yamin, dan A. A. Maramis. Kesemuanya berjumlah delapan orang dan mereka bertugas menampung saran-saran, usul-usul, dan konsepsi para anggota yang oleh Ketua telah diminta untuk diserahkan melalui Sekretariat. Pada rapat pertama persidangan kedua Badan Penyelidik yang berlangsung pada tanggal 10 Juli 1945, Panitia kecil itu dimintai laporan oleh Ketua Radjiman yang telah pula dipenuhi oleh ketuanya, Ir. Soekarno (Nugroho, 1979: 148).

Ir. Soekarno melaporkan bahwa Panitia Kecil pada tanggal 22 Juni mengambil prakarsa untuk mengadakan pertemuan dengan 38 anggota Dokuritsu Jubi Cosakai atau Badan Penyelidik, yang sebagian diantaranya sedang menghadiri sidang Chuo Sangi In. Pertemuan itu oleh Ir. Soekarno ditegaskan merupakan “rapat pertemuan antara Panitia Kecil dengan anggota-anggota Dokuritsu Junbi Cosakai”. Hasil pertemuan itu adalah telah ditampungnya suara dan usul lisan dari pihak anggota Badan Penyelidik (Benedict, 1988: 62-64).

Dalam pertemuan itu dibentuk sebuah Panitia Kecil lain yang anggotanya berjumlah sembilan orang. Kesembilan orang itu berkumpul untuk menyusun rumusan dasar negara berdasarkan pemandangan umum para anggota dan kemudian terkenal dengan sebutan Panitia Sembilan (Nugroho, 1970: 14). Rumusan hasil Panitia Sembilan itu kemudian dinamai dengan nama Piagam Jakarta. Isi dari Piagam Jakarta tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Ke-Tuhanan,
    dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. (menurut)
    dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan
    Indonesia
  4. (dan)
    kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
    perwakilan
  5. (serta
    dengan mewujudkan sesuatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sidang ke-Dua Perumusan Dasar Negara

Perumusan terakhir draft dasar negara, dilakukan pada persidangan kedua mulai tanggal 10 Juli 1945. Pada kesempatan itu, dibahas tentang wilayah negara, persiapan Rancangan Undang-undang Dasar, pembentukan Panitia Perancang Undang-undang Dasar, pembelaan tanah air, serta keuangan dan perekonomian. Panitia perancang Undang-undang Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan 18 orang anggota. Persidangan kedua Dokuritsu Junbi Cosakai dilanjutkan pada tanggal 14 Juli 1945 untuk menerima laporan Panitia Perancang Undang-undang Dasar. Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia melaporkan tiga hasil panitia, yakni:

  1. Pernyataan Indonesia Merdeka
  2. Pembukaan Undang-undang Dasar
  3. Undang-undang Dasar sendiri (batang tubuhnya)

 Adapun konsep pernyataan Indonesia Merdeka, disusun dengan mengambil tiga alinea pertama Piagam Jakarta dengan sisipan yang panjang sekali, terutama di antara alinea pertama dan alinea kedua. Konsep Pembukaan Undang-undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat (dan terakhir) Piagam Jakarta. Kedua konsep itu diterima oleh sidang setelah berlangsung diskusi lebih kurang satu jam (Luthfi, 2011: 77).

Daftar Sumber

  • Buku
  1. Anderson, Benedict. 1988. Java in a Time of Refolution: Occupation and Resistence. London: Cornell University Press.
  2. Assyaukanie, Luthfi. 2011. Ideologi Islam Dan Utopia: Tiga Model Negara Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Freedom Insitute.
  • Artikel dalam Jurnal
  1. Nugroho Notosusanto, “Naskah Proklamasi jang Otentik dan Rumusan Pantjasila jang Otentik”. Kompas, 3-8-1970.
  2. Nugroho Notosusanto, “Mengamankan Pancasila Dasar Negara”. Persepsi, No. 1, tahun I. 1979.
0 0 votes
Beri Kami Nilai
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments