Pada kesempatan kali ini Mintur ingin membahas mengenai sejarah singkat PKI Madiun, tulisan ini bisa menjadi rujukan awal Kawantur yang sedang mendalami tema ini, kalau bahasa anak sejarah mah tahapan awal heuristik lah ya. Yaudah langsung aja ke artikel bertutur.com yang satu ini
Daftar Isi
TogglePemberontakan PKI Tahun 1926
Pemberontakan PKI Madiun adalah suatu peristiwa sejarah revolusi Indonesia yang terjadi pada bulan September sampai dengan Desember 1948 di karesidenan Madiun. Kehebohan dan gencarnya peristiwa Madiun bisa juga disamakan dengan peristiwa Kamboja ketika rezim Khmer Merah berkuasa, yang biasa disebut dengan aksi killing fields. Sedangkan gerakan pemberontakan PKI di Madiun, biasa dikenal dengan sebutan killing boles, kedua peristiwa ini sama mengerikannya. Sebenarnya pemberontakan PKI di Madiun bukanlah pemberontakan yang pertama, tetapi merupakan pemberontakan untuk kesekian kalinya yang dilakukan oleh PKI. Pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 ini merupakan lanjutan pemberontakan pada 1926 yang gagal. Pemberontakan ini dipimpin oleh sebagian tokoh yang sempat terlibat dalam pemberontakan tahun 1926. Semenjak kegagalan pemberontakan PKI pada 1926, kaum komunis di Indonesia kemudian menyusun kembali kekuatan partai dengan mengandalkan tokoh-tokoh yang sanggup melaksanakannya.
Kegagalan Pemberontakan PKI 1926
Muso menyetujui pemberontakan PKI pada 1926. Untuk menunjang kekuatan PKI, Muso bersama Alimin bertolak ke Moskow untuk meminta bantuan. Tetapi, karena banyaknya rahasia partai telah diketahui oleh pemerintah Hindia Belanda, pemberontakan itu dapat digagalkan dengan mudah. Dengan hancurnya pemberontakan itu Muso dan Alimin menjadi seorang buangan yang tidak diperbolehkan kembali ke Indonesia. Dalam masa pembuangan itu Muso bersama Alimin bertindak sebagai wakil partai komunis Indonesia dalam berbagai pertemuan komunis internasional. Muso giat menulis berbagai tulisan di media massa komunis. Ia menyerang gerakan kaum nasionalis di Indonesia yang menurutnya berpihak pada kaum imperialis. Sempat terdengar kabar, bahwa Muso pernah kembali ke Indonesia dengan cara menyusup, dengan tujuan memperkuat kedudukan PKI. Namun usaha ini kurang berhasil karena PKI pada masa itu masih sangat lemah (Moedjanto, 1988: 31).
PKI Dibawah Pimpinan Amir Syarifudin
Dibawah pimpinan tokoh muda bernama Amir Syarifudin, gerakan PKI mampu mengambil hati pihak Belanda, terutama menjelang datangnya pasukan Jepang ke Indonesia. Selain Amir, PKI juga memiliki tokoh yang pada saat itu sangat berpengaruh, ia adalah Muso, yang selalu aktif dalam pertemuan komunis internasional sebagai wakil dari Indonesia. Tokoh-tokoh tersebut melaksanakan pemberontakan di Madiun setelah mereka melarikan diri ke Rusia. Mereka di sana mendapatkan pengetahuan, dukungan, motivasi dan kekuatan kembali, maka para tokoh tersebut saat kembali ke Indonesia langsung melakukan pemberontakan di Madiun. Wilayah Madiun dipilih karena letaknya yang jauh dari ibu kota Indonesia, sehingga memungkinkan kurangnya perhatian dari pemerintah pusat (Aboe, 1992: 299).
Tujuan Pemberontakan PKI Madiun
Ada beberapa tujuan dari PKI yang mengakibatkan mereka melakukan pemberontakan di Madiun, pertama PKI ingin mendirikan pemerintahan sosialistis yang berazazkan Marxisme-Leninisme di Indonesia yang berawal dari Madiun. Kedua, PKI ingin mencari massa untuk menentang Soekarno-Hatta dan menghancurkan siapa pun yang menghalangi tujuannya. Ketiga, PKI ingin menguasai negara Republik Indonesia dan merubah sistem pemerintahan yang diawali dari pemerintahan kota Madiun. Basis kekuatan rakyat yang ingin digalang oleh FDR/PKI dalam mewujudkan tercapainya Republik Sovyet Indonesia yang berhaluan komunis adalah, dengan memanfaatkan kondisi kehidupan bangsa Indonesia yang mayoritas tingggal di pedesaan. Dimana, pada umumnya mereka masih diwarnai dengan kultur buta huruf, buta informasi, buta bahasa Indonesia, hidup dalam kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan akibat dari penetrasi budaya yang dilakukan oleh Belanda masa lalu, serta eksploitasi ekonomi yang dahsyat pada masa pendudukan Jepang.
Peristiwa pemberontakan Madiun berkaitan erat dengan pertikaian antara FDR / PKI sebagai kekuatan politik, dengan Masyumi dan PNI. Dengan menerapkan teori Karl Marx tentang pertentangan kelas, pemimpin Komunis memanfaatkan para penjahat FDR / PKI untuk melakukan adu domba antara golongan proletar yang diwakili petani dan buruh miskin dengan golongan borjuis yang diwakili elite birokrasi priyayi (Abdul, 1996: 161).
Pemberontakan PKI Madiun 1948
Pada 1948, Muso kembali berhasil menyusup ke Indonesia dengan memakai nama samaran Suparto, yaitu seorang sekertaris pribadi Suripno, diplomat muda Indonesia dari Praha. Pada masa-masa awal kemerdekaan, banyak pihak yang tidak puas terhadap Soekarno-Hatta yang dinilai terlalu lemah dalam menghadapi Belanda. Situasi tersebut menguntungkan PKI, sehingga Muso dapat memperkuat partainya dengan menyatukan partai yang sependapat dengannya dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR). Muso segera mengumpulkan kelompok kiri yang terpecah belah kedalam PKI. Para pemimpin dan tokoh komunis termasuk Amir Syarifuddin, mengakui kekuasaan Muso. Meski demikian, Muso memilih untuk menempatkan tokoh-tokoh muda Marxis seperti D.N Aidit, M.H Lukman, Nyoto, dan Sudisman sebagai anggota politbiro PKI baru.
Nama-nama tersebut, kemudian muncul sebagai tokoh inti PKI tahun 1960-an. Muso mengecam kebijakan politik dan pertahanan nasional yang dilakukan pemerintah. Saat rakyat Indonesia rusuh karena pengaruh pemberontakan PKI, sempat terjadi perang pendapat antara Amir Syarifuddin dan Soekarno melalui suara radio. Amir berbicara melalui radio gelora pemuda di Madiun dengan menyatakan bahwa perjuangan FDR/ PKI merupakan upaya mengoreksi jalannya revolusi. Kemudian, Presiden Soekarno pun berbicara melalui radio Yogyakarta yang menyatakan bahwa pemberontakan tersebut sebagai tragedi nasional, sekaligus mempersilahkan rakyat memilih Soekarno-Hatta atau PKI-Muso. Pada akhirnya Muso tewas ditembak saat melarikan diri dengan menyamar sebagai kusir delman di Desa Dungus Ponorogo pada 31 Oktober 1948 (Soetarjono, 2001: 7).
Daftar Sumber
- Buku
- Abdul Aziz Thaba. 1996. Islam Dan Negara Dalam Politik Orde Baru (1966-1994). Jakarta: Gema Insani Press.
- Aboe Bakar Loebis. 1992. Kilas Balik Revolusi (Kenangan, Pelaku Dan Saksi) Edisi Kedua. Jakarta: Ui-Press.
- Moedjanto. 1988. Indonesia Abad ke-20 vol 2. Yogyakarta: Kanisius.
- Soetarjono. 2001. Pemberontakan PKI-Moeso di Madiun. Magetan: Penerbitan Kabupaten Magetan.
[…] Baca Juga […]