Hallo Kawantur, kali ini bertutur mau bahas mengenai sejarah Sunda Wiwitan Baduy, jadi langsung aja yuk simak artikelnya.
Daftar Isi
TogglePendahuluan Sejarah Sunda Wiwitan
Mendengar kata “Sunda”, yang terbayang oleh sebagian orang mungkin adalah sebuah suku yang mendominasi Jawa Barat. Dengan kata lain, orang Sunda adalah Orang Jawa Barat. Akar historis dari Sunda ini sendiri memang tidak terlalu jelas. Banyak sejarawan yang berpendapat bahwa orang Sunda sudah ada sejak awal masehi, tinggal di pegunungan, dan membabat hutan untuk tempat tinggal mereka.
Seperti yang sering kita dengar bahwa orang Jawa mempunyai keyakinan kejawennya, orang Sunda pun mempunyai keyakinan mereka sendiri yang dikenal dengan “Sunda Wiwitan”. Keyakinan ini merupakan arah petunjuk atau pedoman hidup orang-orang Sunda. Perkiraan yang ada, Sunda Wiwitan telah dikenal sebelum agama-agama seperti Islam dan Kristen masuk. Walaupun Kepercayaan ini dianggap sebagai kepercayaan lokal, orang-orang Baduy menyebut bahwa Sunda Wiwitan adalah agama mereka.
Sejarah Sunda Wiwitan: Apa Itu Sunda?
Istilah “Sunda” kemungkinan berasal dari bahasa Sansekerta yakni Sund atau Suddha yang berarti bersinar, terang, atau putih. Dalam bahasa Bali, juga Jawa Kuno Kawi dikenal juga istilah Sunda yang memiliki pengertian hampir sama yaitu, bersih, suci, murni, tidak bercela atau bernoda, air, tumpukan, pangkat, dan waspada (Nina Lubis, dkk)
Dikutip dari Edi S. Ekadjati, menurut R.W Van Benmelen Sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut wilayah India Timur, sedangkan bagian tenggara dinamai dengan Sahul. Dataran Sahul dikelilingi dengan sistem Gunung Sunda yang melingkar (circum Sunda Mountain System) yang panjangnya sekitar 7.000 KM. Dataran Sunda itu terbagi atas dua bagian utama, bagian utara yang meliputi Kepulauan Filipina dan pulau-pulau Karang sepanjang Lautan Pasifik bagian barat, serta bagian selatan yang meliputi hingga Lembah Brahmaputra di Assam (India)
Dengan demikian, bagian selatan dataran Sunda itu dibentuk oleh kawasan mulai dari pulau Banda di timur, terus ke arah barat melalui pulau-pulau di kepulauan Sunda Kecil (the Lesser Sunda Island), Jawa, Sumatra, Kepulauan Andaman, Nikobar, sampai Arakan Yoma di Birma. Lalu, dataran ini bersambung dengan kawasan Sistem Gunung Himalaya di barat dan dataran Sahul di timur.
Dalam perkembangannya, istilah Sunda digunakan juga sebagai penyebutan konotasi manusia, atau sekelompok manusia, yaitu Urang Sunda (orang Sunda). Dalam definisi ini, tercakup kriteria berdasarkan keturunan dan sosial budaya. Menurut kriteria pertama, seseorang bisa disebut sebagai “orang Sunda” jika orang tuanya, baik ayah atau ibunya atau juga keduanya adalah orang Sunda, dimanapun nantinya orang itu dibesarkan.
Kriteria kedua adalah, seseorang bisa disebut “orang Sunda” jika orang itu dibesarkan dalam lingkungan sosial budaya Sunda, dan dalam hidupnya ia menghayati dan mengamalkan norma dan nilai kesundaan itu sendiri. Dalam kasus ini, bisa saja seseorang yang orang tuanya atau leluhurnya adalah orang Sunda disebut bukan orang Sunda, jika orang itu atau mereka tidak mengenal, menghayati, atau mengamalkan nilai dan norma kesundaan dalam hidupnya.
Secara umum, masyarakat Tatar Sunda, dikenal dengan masyarakat yang memiliki budaya religius. Kecenderungan ini tampak dalam beberapa pameo atau peribahasa yang diyakini oleh masyarakat Sunda, contohnya silih asih, silih asah, silih asuh (saling mengasihi, saling mempertajam diri, dan saling melindungi). Masyarakat Sunda juga memiliki budaya yang khas melekat pada mereka, seperti halnya budaya kesopanan (handap asor), rendah hati, menghormati kepada orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda (hormat ka nu luhur, nyaah ka nu leutik), serta senang membantu orang lain yang membutuhkan dalam kesusahan (nulung ka nu butuh nalang ka nu susah) dan sebagainya.
Akar Sejarah Kepercayaan Sunda Wiwitan
Kebenaran dari kata “Indonesia memiliki kekayaan ragam bahasa, budaya, suku, dan agama” memang sudah tidak terbantah lagi. Dari segi agama misalnya, Indonesia mempunyai tujuh agama yang diakui oleh pemerintah, namun masih banyak lagi “agama lokal” yang ada di Indonesia, terutama daerah-daerah pedalaman. Aliran kepercayaan yang berkembang dalam jumlah banyak, diakui sebagai warisan budaya bangsa. Salah satu aliran kepercayaan ini adalah Sunda Wiwitan.
Sunda Wiwitan adalah kepercayaan orang-orang Sunda jaman dulu yang mereka yakini sebagai kepercayaan asli orang Sunda. Narasi ini ditemukan dalam sebuah naskah kuno yang terdapat di pedalaman Suku Baduy.
Sunda Wiwitan terdiri dari dua kata yaitu, “Sunda” dan “Wiwitan”. Menurut Djatikusumah, “Sunda” dapat dimaknai dengan tiga konsep dasar yaitu, 1. Filosofis yang berarti bersih, indah, bagus cahaya, dan seterusnya; 2. Etnis yang merujuk pada sebuah komunitas masyarakat layaknya masyarakat lainnya; 3. Geografis yang merujuk pada penamaan wilayah. Dalam kasus yang terakhir ini, istilah Sunda terbagi menjadi dua, 1. Sunda Besar yang merujuk pada Jawa, Sumatera, Kalimantan; 2. Sunda Kecil yang meliputi Bali, Sumbawa, Lombok, Flores dan lain-lain.
Sedangkan “wiwitan” memiliki arti “asal mula”. Berdasarkan dua pengertian kata tersebut, “Sunda Wiwitan” berarti “Sunda asal” atau “Sunda yang asli” serta dimaknai sebagai aliran kepercayaan yang dianut oleh orang Sunda Asli, dahulu hingga kini (meskipun jumlahnya relatif sedikit). Kepercayaan Sunda Wiwitan ini dibuktikan dengan adanya temuan arkeologi di berbagai daerah seperti, Situs Cipari dan Sigarahiang yang ada di Kabupaten Kuningan, Situs Arca Domas di Kanekes Kabupaten Bogor, serta Situs Gunung Padang yang berada di Kabupaten Cianjur.
Mitos Penciptaan Baduy
Pemeluk Sunda Wiwitan percaya bahwa awal manusia itu Nabi Adam adalah orang yang Baduy. Mereka mempercayai bahwa Adam adalah nenek moyang mereka. Sedikit mengutip dari sebuah jurnal yang ditulis oleh Ali Taufan mengenai mitos penciptaan Baduy
“Dalam mitos penciptaan Baduy dijelaskan bahwa dunia pada waktu diciptakan masih kosong, kemudian Tuhan mengambil segenggam tanah dari bumi dan diciptakanlah Adam. Dari tulang rusuk Adam terciptalah Hawa. Tuhan juga menciptakan Batara Tujuh, yaitu (1) Batara Tunggal, (2) Batara Ratu, (3) puun yang dititipkan di Kanekes (Cikeusik, Cikertawana, Cibeo), (4) Dalem, (5) Menak, (6) Putri Galuh, dan (7) Nabi Muhammad yang diturunkan di Mekah. Batara tujuh merupakan Sanghyang Tujuh yang bersemayam di Sasaka Domasi.”
Konsep Ketuhanan dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan
Pada dasarnya, kepercayaan Sunda Wiwitan menganut kepercayaan monoteistik (kepercayaan yang berpendapat bahwa hanya ada satu tuhan yang maha kuasa dan berkuasa penuh atas segalanya), karena hal inilah tidak heran pada masa yang akan datang islam bisa diterima dengan relatif mudah di tanah Sunda. Mereka menujukan penyembahan kepada Sang Hyang Keresa (Yang Maha Kuasa) yang dikenal sebagai Batara Tunggal, Batara Jagat, dan Batara Seda Niskala. Masyarakat Sunda Wiwitan meyakini bahwa Yang Maha Kuasa bersemayam di Buwana Nyncung (buana atas). Selain itu, mereka juga mempercayai bahwa ada suatu kekuatan mistis yang menjaga tanah mereka yang berasal dari karuhun atau leluhur. Mereka juga mempercayai bahwa nabi mereka adalah Nabi Adam.
Ada berbagai tanggapan yang muncul terhadap Sunda Wiwitan ini, ada yang berpendapat bahwa Sunda Wiwitan adalah penganut animisme dan dinamisme, ada juga yang berpendapat bahwa Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang bersifat animistik. Pendapat yang terakhir tadi diperkuat oleh Roger L. Dixson. Menurutnya, penganut Sunda Wiwitan mempercayai bahwa terdapat roh-roh yang menghuni pohon, batu-batuan dan benda mati lainnya, penghuni ini ada yang berupa roh jahat maupun roh baik.
Pimpinan Sunda Wiwitan sekaligus suku Baduy, disebut dengan istilah “pu’un” yang dianggap sebagai keturunan Batara. Pu’un dipercaya sebagai orang suci yang setiap berdo’a pasti akan dikabulkan, dan setiap aturan yang ia berlakukan haruslah dilakukan. Orang-orang Sunda Wiwitan memiliki enam kepercayaan yang harus diamalkan yaitu,
- Ngareksakeun Sasaka Pusaka Buana yaitu keharusan dalam memelihara tempat peribadatan atau pemujaan yang bernama Pada Ageung atau Arca Domas. Orang Sunda Wiwitan percaya bahwa di tempat itulah diturunkan tujuh orang yang berkuasa, dan para keturunannya pun pada akhirnya menjadi penguasa di tujuh tempat berbeda (Parahiyang, Karang, Jampang, Sajra, Jasinga, Bongbang, dan Banten).
- Ngareksakuen Sasaka Domas yaitu keharusan dalam memelihara tempat peribadatan, dan pemujaan yang bernama Parahiyang. Tempat ini diyakini sebagai tempat turunnya Nabi Adam.
- Ngasuh Ratu Ngajayak Menak yang artinya mengasuh raja atau ratu dan memelihara para pembesar.
- Ngabaratapakeun Nusa Telu Pulu Telu yang artinya bertapa untuk tiga puluh tiga. maksudnya adalah Masyarakat Sunda Wiwitan akan bertapa dan memelihara 33 perkampungan baduy di kanekes (2007)
- Kalanjakan Kapundayan, berarti berburu ikan saat menjelang ritual kawalu yang dilaksanakan 3 kali dalam setahun. Hanya jenis-jenis ikan tertentu yang boleh ditangkap seperti, Soro, kancra, paray, dan Hurang. Ikan lain yang tertangkap haruslah segera dilepaskan.
- Ngukus Ngawalu Muja Ngalaksa yang berarti membungkus lalu membakar dupa, melakukan ritual Kawalu, melakukan pemujaan serta membuat upacara penutup tahunan.
Dalam Mengamalkan ajaran Sunda di Kanekes, tradisi religious diwujudkan dalam berbagai upacara yang pada dasarnya memiliki empat tujuan utama yaitu, menghormati para karuhun atau nenek moyang, mensucikan Pancer Bumi atau isi jagat dan dunia pada umumnya, menghormati, dan menumbuhkan atau mengawinkan Dewi Padi, dan melaksanakan pikukuh Baduy untuk mensejahterakan inti jagat. Dengan keyakinan inilah, maka sepanjang upacara berisikan kata-kata / mantra-mantra sebagai permohonan izin keselamatan kepada karuhun, untuk dihindarkan dari marabahaya, serta perlindungan untuk kesejahteraan hidup di dunia damai dan sejahtera.
Cukup sekian dulu ya pembahasan mengenai sejarah Sunda Wiwitan, karena sebenernya pembahasannya sangat amat panjang, nanti kita bahas lagi secara detail per aspeknya deh mengenai Sunda Wiwitan, makannya jangan lupa buat kunjungin bertutur ya setiap harinya, dan nantikan artikel-artikel menarik lainnya, terimakasih udah baca Kawantur, dan have a nice day.
Sumber
- Edi S. Ekadjati. 2009. Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah jilid 1 dan 2. Jakarta: Pustaka Jaya
- Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UIN Press.
- Lubis, Nina dkk. 2003. Sejarah Tatar Sunda jilid I. Bandung: Lembaga Penelitian Unpad.
Akhirnya Nemu artikel yang bahas ini, thanks min
Tema yang menarik dikemas dengan tulisan yang apik, banyakin artikel sejarah Sunda min
Sebagai orang sunda saya terhibur dengan artikel ini. Good job min
Bener sih salah satu sunda gampang menerima islam karena mereka udah terbiasa sama monotheis
Serasa jadi orang sunda yang tersundakan
Salah satu kekayaan bangsa indonesia perbanyak yang gini dong min
menyala abangkuh
jadi pengen ke baduy
bahas sunda tuh ga ada habisnya emang
Mantra mantra sunda