Sejarah Terbentuknya Kabuki: Drama Tradisional Jepang

sejarah terbentuknya kabuki, drama tradisional jepang

Drama dan tari, seperti kita ketahui hampir terdapat dalam setiap kebudayaan manusia, akan tetapi dalam cara pengungkapannya selalu berbeda-beda dan memiliki ciri khas di berbagai bangsa. Tradisi tari di Jepang telah berusia cukup lama, yaitu lebih dari 1500 tahun lamanya. Di Jepang, dan di negara-negara Asia lainnya, tari adalah suatu kesenian yang indah, selain itu banyak juga yang merupakan bagian dari ritual-ritual upacara keagamaan. Sebagai salah satu contohnya, tarian Jepang yang berasal dari upacara agama adalah Kagura. Adanya hubungan Jepang dengan negara-negara lain berpengaruh terhadap pembentukan tradisi tari. Salah satu bentuk tari yang mendapat pengaruh dari hubungan tersebut adalah Bugaku. Konon, Bugaku yang merupakan salah satu bentuk tarian tertua di Jepang mendapat pengaruh dari India melalui Tibet dan dari Cina melalui Korea. Namun demikian, seperti halnya bangsa Indonesia, bangsa Jepang telah pula mengolah sendiri seni-seni pendatang tadi menjadi khas ekspresi mereka. Sebagai bukti, dapat dilihat dalam dua bentuk drama tari mereka yaitu, noh (lahir pada abad ke-15) termasuk didalamnya selingan berupa adegan kabuki (abad ke-17) yang sebagai teater memadukan unsur-unsur drama, tari, musik, dan nyanyian. Bentuk drama tersebut merupakan khas Jepang (Kementrian Luat Negeri, 1979: 42).

Sejarah Terbentuknya Kesenian Kabuki

Tarian Jepang yang pada mulanya bersifat primitif inilah, yang kemudian mendapat pengaruh dari tari kagura (sebuah jenis tarian yang dilakukan untuk persembahan kepada para dewa), juga tari-tari seperti Bugaku dan Gigaku yang keduanya berasal dari luar Jepang. Bentuk tari-tari inilah yang menjadi titik dasar terbentuknya Noh dan Kabuki. Kabuki merupakan salah satu dari empat jenis drama tradisional Jepang, yaitu Noh, kyogen, dan Ningyo joruri. Kabuki lahir pada masa pemerintahan Tokugawa pada zaman Edo (1603). Walaupun pemerintahan Bakufu hanya berlangsung selama 265 tahun, usia Kabuki sudah mencapai lebih dari 380 tahun dan masih tetap hidup sampai sekarang. Salah satu sebabnya adalah karena kabuki merupakan drama yang dibuat oleh rakyat dan dinikmati oleh rakyat itu sendiri. Tentu saja, penontonnya ada yang dari golongan samurai dan pendeta (Kementrian Luar Negeri, 1979: 45).

Awal Kesenian Kabuki

Awal dari kesenian tradisional seperti Kabuki ini adalah pada abad ke-17, saat dimana Jepang dihancurkan oleh perang antar penduduk. Pada masa itu sudah ada seni panggung yang muncul beberapa saat sebelum kabuki, yaitu noh yang merupakan drama serius dan estetik. Akibat dari peperangan tersebut, masyarakat pada umumnya menjadi bosan, karena mereka tidak dapat dengan  mudah menyaksikan pertunjukan kesenian mereka, seperti pertunjukan Noh. Teater ini merupakan hiburan bagi golongan terbatas saja, seperti orang-orang dari kalangan atas. Bersamaan dengan pertunjukan noh tersebut timbul pula komedi yang disebut kyogen, yang menampilkan kegembiraan dikalangan masyarakat. Komedi kyogen juga dimainkan tersendiri di luar istana yang diperuntukkan bagi masyarakat umum. Kadang-kadang komedi ini dimainkan oleh wanita-wanita cantik dan mempunyai kemampuan akting yang tinggi, sehingga memperoleh kesuksesan. Wanita pemain Kyogen dan juga Noh membantu meluapkan kebosanan masyarakat akan perang dan lama-kelamaan, bentuk kesenian ini lebih dikenal dengan sebutan Kabuki (Aji, 1922: 118).

Kata Kabuki berasal dari kata “muki” artinya miring atau sangat membungkuk, untuk melukiskan suatu cerita atau tingkah laku yang eksentrik. Pada mulanya kabuki timbul menirukan noh yang berkembang melewati beberapa tahap sesuai dengan bentuk sandiwara. Akhirnya pengaruh noh ini ditinggalkan dengan menemukan bentuk yang baru. Kabuki mulai dikenal sekitar abad ke-17. Yang membuat drama kabuki menjadi kegemaran masyarakat pada waktu itu adalah seorang wanita. Wanita itu bernama Okuni, seorang penari pada kuil Shinto di Izumo dan seorang temannya yaitu Nagoya Sanza, seorang pemuda yang cakap. Pada waktu itu zaman Keicho (1596-1615) Okuni pergi ke Kyoto, di kota ini ia menarikan tari-tarian sambil menyanyikan lagu-lagu keagamaan di muka umum. Kemudian dibangun sebuah panggung kasar di dasar sungai Kamo yang telah mengering. Di atas panggung inilah diselenggarakan berbagai pertunjukan bersama dengan gadis-gadis yang lain. Pertunjukkan itu mendapatkan sambutan hangat dari penduduk. Gadis-gadis yang lain menjadi tertarik untuk bergabung dengan Okuni. 

Dinamika dalam Kesenian Kabuki

Pada 1607, mereka mengunjungi kota Edo untuk mengadakan pertunjukkan, dan mereka mendapatkan perhatian yang baik dari penonton. Hal ini mengakibatkan banyaknya wanita di Edo, Osaka, Kyoto dan lainnya yang memilih profesi sebagai pemain sandiwara. Karena jumlah wanita yang menjadi pemain sandiwara semakin bertambah, maka pada 1624 pemerintah Jepang melarang wanita untuk menjadi pemain sandiwara lagi. Larangan ini berjalan hingga pertengahan abad ke-19. Dengan adanya larangan dari pemerintah yang menghapuskan wanita dari panggung kabuki, maka penggantinya adalah kelompok pria muda tampan yang kemudian menjadi terkenal pada akhir abad ke-17. Meskipun begitu, ternyata kelompok pria muda juga merusak suasana seperti yang dilakukan oleh para pemain wanita, sehingga mereka juga dilarang untuk tampil di panggung (Keene, 1970:104-105).

Kabuki dibangun kembali pada 1653 dan menjadi teater dengan aktor-aktor pria dewasa. Para aktor pria dewasa tidak mampu menghibur penonton dengan keindahan fisik mereka, dan diharuskan menggantungkan  kesuksesan pada kemampuan akting mereka, sehingga dasar dari kabuki sebagai seni sandiwara telah ditetapkan pemerintah Jepang (Benito, 1995: 175).

Sumber

  • Buku
  1. Adji Sudijono. 1992. Pengantar Kesusastraan Jepang. Jakarta: Grasindo.
  2. Benito Ortolani. 1995. The Japanese Theatre. New Jersey: Princenton University Press.
  3. Keene Donald. 1970. The Popular Theatre. New York: Wetherhill.
  4. Kementrian Luar Negeri. 1979. Jepang Dewasa Ini. Jepang.
0 0 votes
Beri Kami Nilai
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments