Daftar Isi
ToggleEdisi Vartikel
Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
Memuncaknya perjuangan menuju Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tampaknya disebabkna oleh golongan muda. Baik golongan tua maupun golongan muda sama-sama berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia harus segera diproklamasikan, hanya mengenai cara melaksanakan Proklamasi itu terdapat beda pendapat. Golongan tua sesuai dengan perhitungan politiknya berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah hanya jika tetap bekerja sama dengan Jepang. Mereka menggantungkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Inkai). Peresmian pembentukan badan itu dilaksanakan pada tanggal 7 Agustus 1945, sesuai dengan keputusan Jenderal Besar Terauchi, Panglima Tentara Umum Selatan, yang membawahi semua tentara Jepang di Asia Tenggara (Latif, 2011: 331-333).
Jendral Besar Terauchi dalam Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) itu, diizinkan melakukan kegiatannya menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri. Dengan diumumkannya pembentukan PPKI tanggal 7 Agustus 1945, pada saat yang sama BPUPKI dianggap bubar. Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto mengucapkan terima kasihnya dan menegaskan bahwa para anggota yang duduk dalam PPKI itu tidak dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Ke-16 saja, tetapi oleh Jenderal Besar Terauchi sendiri yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia Tenggara. Untuk pengangkatan itu Jenderal Besar Terauchi memanggil tiga tokoh Pergerakan Nasional, terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat. Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju markas besar Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan). Dalam pertemuan di Dalat itu, pada tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Besar Terauchi menyampaikan kepada ketiga pemimpin tersebut bahwa pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk melaksanakannya telah dibentuk PPKI. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapannya selesai. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Mungkin pelaksanaannya tidak dapat sekaligus untuk seluruh Indonesia, tetapi bagian demi bagian sesuai dengan kondisi setempat (Nasution, 1995: 86-87).
Dipilihanya 21 Anggota PPKI
Duapuluh satu anggota telah dipilih, tidak hanya terbatas pada wakil-wakil dari Jawa yang ada di bawah pemerintah Tentara Ke-16, tetapi juga dari berbagai pulau sebagai berikut: 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatra, 2 dari Sulawesi, seorang dari Kalimantan, seorang dari Sunda Kecil (Nusa Tenggara), seorang dari Maluku, dan seorang dari golongan penduduk Cina. Yang ditunjuk sebagai ketua dalam PPKI ialah Ir. Soekarno, sedangkan Drs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketua. Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat berangkat kembali menuju Jakarta dari Vietnam pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang mengalami pengeboman oleh Sekutu atas Hiroshima dan Nagasaki dengan bom atom, sedangkan Uni Soviet menyatakan perang terhadap Jepang seraya melakukan penyerbuan ke Manchuria (Soekarno, 1949: 23).
Perbedaan Pendapat Golongan Tua dan Muda
Dengan demikian, dapat diduga bahwa kekalahan Jepang akan terjadi dalam waktu yang sangat singkat sehingga Proklamasi Kemerdekaan harus segera dilaksanakan. Dalam hal ini Drs. Moh. Hatta berpendapat bahwa soal kemerdekaan Indonesia datangnya dari pemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidaklah menjadi persoalan, karena Jepang sudah kalah. Kini Indonesia menghadapi Sekutu yang berusaha akan mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Oleh karena itu, untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi. Soekarno dan Hatta ingin memperbincangkan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan di dalam rapat PPKI, sehingga dengan demikian tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan muda, yang menganggap PPKI adalah badan boneka Jepang yang tunduk pada kemauan Jepang. Mereka juga tidak menyetujui dilaksanakannya Proklamasi Kemerdekaan secara yang telah digariskan oleh Jenderal Besar Terauchi dalam pertemuan di Dalat. Sebaliknya, mereka menginginkan terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan dengan kekuatan sendiri, lepas sama sekali dari Jepang (Maarif, 1996: 104).
Sutan Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tanpa menunggu janji Jepang. Karena mendengarkan radio yang tidak disegel pemerintah Jepang, ia mengetahui bahwa Jepang sudah memutuskan untuk menyerah. Desakan tersebut dilaksanakannya pada tanggal 15 Agustus 1945, dalam suatu pertemuan dengan Drs. Moh. Hatta begitu Hatta kembali dari Dalat. Akan tetapi, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta masih ingin mengecek kebenaran berita tentang kapitulasi Jepang pada pihak resmi dan tetap ingin membicarakan pelaksanaan Proklamasi pada rapat PPKI (Maarif, 2008: 108-109).
Daftar Sumber
- Buku
- Ahmad Syafi’i Maarif. 2008. Islam dan masalah Kenegaraan, Studi tentang Percaturan dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES.
- Buyung Nasution. 1995. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, studi sosio-legal atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
- Soekarno. 1949. Lahirnya Pancasila, di bawah bendera Revolusi. Yogyakarta: Goentoer.
- Yudi Latif. 2011. Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
[…] Baca Juga […]