4 Teori masuknya Islam ke Nusantara menjadi hal yang perlu untuk di ketahui. Indonesia menjadi negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Berdasarkan data 2021 dari Kementerian Agama Republik Indonesia, ada sebanyak 86,8 persen masyarakat Indonesia yang memeluk agama Islam. Lalu bagaimana awal-mula penyebaran Agama Islam di Nusantara ? Berbicara mengenai penyebaran agama Islam di Indonesia, setidaknya ada 4 teori masuknya Islam ke Nusantara.

Teori Masuknya Islam ke Nusantara melalui India/Gujarat

Teori yang pertama, ada teori masuknya Islam ke Nusantara melalui India yang dikemukakan oleh Pijnappel, Moquette, Fatimi, dan Snouck Hurgronje. Dalam teori ini dijelaskan bahwa Islam mulai masuk ke Nusantara pada kisaran abad ke-13. Menurut Pijnappel, alasan yang mendasari teori ini adalah, adanya kemiripan antara Mazhab Safi’I yang ada di anak Benua India dengan di Indonesia. Lalu, Pijnappel menyatakan bahwa orang Arab yang bermazhab Safi’I melakukan migrasi dan menetap di Gujarat juga Malabar. Orang-orang yang bermigrasi itu lalu menyebarkan Agama Islam di Nusantara.

Menurut Anthony Reid, Ketika para penulis-penjelajah Arab yaitu Ibnu Battuta (1323 M) mengunjungi kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan itu sudah berbentuk sebuah kesultanan yang tertata rapi. Samudra Pasai juga sudah menerbitkan uang  dari emas, mengirim kapal ke pelabuhan-pelabuhan utama Asia, juga mengembangkan sistem tulis-menulis melayu dengan menggunakan aksara Arab. Samudera Pasai menjadi pusat pengajaran Islam terbesar di Asia Tenggara, dan juga merupakan penghasil Sutra, yang pada abad ke-15, penduduknya banyak  menanam lada untuk dijual ke pasar Cina (reid, 2011: 5).

Pendapat lainnya dari Snouck Hurgronje mengenai teori ini adalah, ketika Islam mulai berkembang dan memiliki pengaruh yang cukup kuat di India Selatan, banyak orang muslim yang berasal dari Dhaka mengunjungi tempat itu. Orang-orang Dhaka inilah yang menyebarkan agama Islam di Melayu. Setelah itu, barulah datang orang-orang Arab (Suryanegara, 1996: 75). Pendapat ini diperkuat dengan adanya catatan perjalanan dari Ibnu Battuta dan penemuan tiga batu nisan muslim dari awal abad ke-15M di distrik Pasai. Salah satu dari nisan tersebut adalah seseorang pangeran dari Dinasti Abbasiyah.

Sementara itu, Moquette berpendapat bahwa nisan yang ditemukan di Pasai berangka tahun 17 Zulhijah, 831 Hijriah atau 27 September 1428 Masehi, juga makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang berangka 822 Hijriah atau 1419 Masehi, memiliki kesamaan dengan nisan yang ada di Cambay, Gujarat. Batu-batu nisan tersebut berasal dari abad ke-15 dan setelahnya (Azra, 2002: 25).

4 Teori masuknya Islam ke Nusantara
Infografik by: Bertutur.com

Teori Masuknya Islam ke Nusantara Melalui Arab

Teori ini diungkapkan oleh Crewfurd, Thomas Arnold, De Hollander, dan Niemann. Thomas Arnold berpendapat bahwa Islam Nusantara bukan hanya dari Coromandel, dan Malabar, namun berasal juga dari Arab. Hal ini terlihat dari corak islam yang ada. Baik di Coromandel, Malabar, atau pun Nusantara, ketiganya memiliki persamaan (Muhlisin, 2017: 78). Kesamaan yang menonjol dari ketiga wilayah ini adalah dari mazhab, yaitu mazhab Syafi’i.

Thomas Arnold juga berpendapat bahwa mazhab Syafi’I ini dibawa oleh para pedagang Coromandel dan Malabar ke Nusantara. Menurutnya, para pedagang ini memiliki peran penting dalam penyebaran Islam Nusantara. Sambil berdagang, mereka juga menyebarkan agama Islam kepada penduduk lokal, terutama yang ada di sekitaran Pelabuhan dan bandar perdagangan (Marrison, 1951: 31-37)

Thomas Arnold menambahkan, bahwa bangsa Arab sejak abad ke 2 SM, sudah berhasil menguasai perdagangan di Ceylon. Dalam keterangan tersebut memang tidak berisikan informasi yang mendalam mengenai kapan masuknya Islam ke Indonesia. Namun, bila dikaitkan dengan penjelasan kepustakaan Arab Kuno, disitu tertulis Al-hind sebagai India atau pulau-pulau sebelah Timurnya hingga ke Cina, dan Indonesia pun disebut sebagai pulau-pulau Cina. Jadi, kemungkinan abad 2 SM, bangsa Arab sudah sampai ke Indonesia (Muhlisin, 2017: 79).

Adanya pendapat mengenai masuknya Islam ke Nusantara berasal dari Arab pun sesuai dengan historiografi tradisional Indonesia. Hikayat Raja-Raja Pasai yang ditulis setelah 1350-an contohnya, disitu mengisahkan mengenai Syekh Ismail yang berasal dari Mekkah datang ke Pasai melalui Malabar. Sesampainya di Pasai, Syekh Ismail lalu mengislamkan Marah Silu, Raja Pasai pada saat itu, yang kemudian menggunakan gelar Malik al-Shalih.

Dalam salah satu penjelasan Dr. Maharsi dalam bukunya Islam Melayu Vs Islam Jawa, Menulusiri Jejak Karya Sastra Sejarah Nusantara, menyebutkan adanya utusan dari Mekkah ke Muktabar menggunakan perahu besar yang di nahkodai oleh Syekh Ismail. Muktabar saat itu dipimpin oleh Sultan Muhammad, keturunan Abu Bakar Siddiq. Saat Syekh Ismail beserta rombongannya tiba di Muktabar, Sutan Muhammad berkeinginan untuk turut serta berlayar menuju Malaka.

Pada pelayaran tersebut, Mereka menyinggahi beberapa negara, seperti Fansuri, Lamiri, Heru, dan Perlak. Di beberapa negerti itu, Sultan Muhammad beserta rombongannya mengajarkan Al-qur’an dan menyebarkan agama Islam. Saat telah sampai di Pasai, Sultan berhasil mengislamkan Marah Silu (Resi, 2010: 109-110).

Pendapat ini memperkuat teori mengenai masuknya Islam ke Nusantara berasal dari Arab, meskipun dalam penuturannya, tidak menyertakan tahun tepatnya kapan rombongan pelayaran di bawah pimpinan Syekh Ismail dilakukan.

Teori Masuknya Islam ke Nusantara Melalui Persia

Teori ini dikemukakan oleh P.A. Hoesein Djajadiningrat. Hoesein berpendapat, bahwa Islam masuk ke Nusantara berasal dari Persia, yang waktunya kisaran abad ke-13. Pendapat ini berfokuskan pada tinjauan terhadap kebudayaan yang hidup dikalangan masyarakat Islam Indonesia memiliki beberapa kesamaan dengan di Persia. Beberapa persamaan tersebut diantaranya:

peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syi’ah atas meninggalnya Husein. Peringatan ini dilakukan dengan membuat bubur Syura. Di Minagkabau, bulan Syura disebut dengan bulan Hasan-Husein, Di Sumatera Tengah sebelah Barat, disebut bulan Tabut, dan diperingati dengan mengarak keranda Husein lalu dilemparkan ke sungai.

Adanya kesamaan ajaran antara Syeikh Siti Jenar dengan ajaran sufi Iran Al-Hallaj. Padahal Al-Hallaj telah meninggal pada tahun 922 M.

Pengakuan umat Islam Indonesia terhadap Mazhab Syafi’I sebagai mazhab utama di daerah Malabar. Walaupun ada kesamaan dengan teori Arab, P.A. Hoesein di satu sisi melihat salah satu budaya Islam Indonesia yang ia kaitkan dengan kebudayaan Persia. Namun dalam memandang Mazhab Syafi’I, ia terhenti di Malabar, tidak berlanjut hingga ke pusat Mazhab itu di Mekkah.

Teori Masuknya Islam ke Nusantara Melalui Cina

Teori Cina mengemukakan bahwa Islam datang ke Nusantara bukan dari Timur Tengah, India, atau pun Persia. Hal ini berdasarkan penglihatan bahwa pada abad ke-9 M banyak orang muslim Cina di Kanton, dan Cina Selatan yang bermigrasi ke Nusantara. Diantaranya ada yang ke Jawa, Sumatera, dan Kedah.

Selain adanya migrasi Cina ke Jawa pada abad ke-9 M. Pada abad 8-11 Masehi sudah ada pemukiman muslim di Cina dan Campa. Yang pada saat itu hubungan perdagangan antara Nusantara dan kedua negara tersebut berlangsung cukup baik. Maka wajar jika pada abad 11 Masehi di daerah Jawa banyak berkembang komunitas-komunitas muslim.

Adanya ekspedisi Laksamana Cheng Ho yang memasuki Nusantara memperkuat dugaan bahwa, Islam masuk ke Nusantara berasal dari Cina. Pada hal tersebut, guru besar studi Cina dari Universitas Indonesia, berpendapat bahwa kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Pulau Jawa tidak mengada-ada, hal ini dapat ditelusuri dari faktor Tionghoa dalam Islamisasi Asia Tenggara.

Pendapat tersebut diperkuat oleh prof. Hembing Wijayakusuma dalam kata pengantar buku Laksamana Cheng Ho. Ia mengatakan bahwa Laksamana Cheng Ho memiliki peran yang besar dalam penyebaran agama Islam, pembauran, dan peningkatan sumber daya manusia, baik dalam bidang perdagangan, ataupun pertanian pada setiap daerah yang dikunjungi (Yuanzhi, 2005).

Seiring perkembangannya, penyebaran agama Islam di Indonesia pada kisaran abad ke-15 semakin luas. Islam menyebar hampir ke seluruh pulau besar di Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Pada abad 15-16 Masehi, dalam banyak literatur dijelaskan bahwa telah terjadi hubungan yang sangat baik antara Cina dan Jawa.

Sumber

  1. Azra, Azyumardi. 2002. Islam Nusantara: Jaringan Lokal dan Global. Bandung: Mizan.
  2. Muhlisin, Muhammad. 2017. Kudeta Majapahit dan Berdirinya Kerajaan-Kerajaan Islam di Bumi Jawa. Yogyakarta: Araska
  3. Reid, Anthoni. 2011. Menuju Sejarah Sumatra Antara Indonesia dan Dunia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
  4. Resi, Maharsi. 2010. Islam Melayu vs Islam Jawa, Menelusuri Jejak Karya Sastra Sejarah Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  5. Suryanegara, Ahmad Mansur. 1996. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
  6. Yuanzhi, Kong. 2005. Muslim Tionghoa Cheng-ho, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Jakarta: Pustaka Popular Obor
  1. Marrison, G.E. (1951). “ The Coming of Islam to The East Indies”. JMBRAS, Vol. 24, No.1