Peristiwa Bandung Lautan Api: Mari Bung Rebut Kembali

peristiwa bandung lautan api

Latar Belakang Peristiwa Bandung lautan Api

Saat Perang Pasifik masih berlangsung, sekutu membagi Indonesia ke dalam dua daerah operasi. Sumatra ke dalam daerah operasi South East Asia Command (SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Lord Louis Moubattan, sedangkan Jawa dan Indonesia bagian timur ke dalam daerah operasi South West Pacific Command (SWPC) di bawah komando Jenderal MacArthur. 

Menyerahnya Jerman pada bulan Mei 1945 yang menandai berakhirnya Perang Dunia II, berdampak juga pada pembagian dua operasi di Indonesia ini. Melalui Konferensi Gabungan Kepala Staf Sekutu di Postdam pada bulan Juli, seluruh bagian Indonesia dijadikan daerah operasi SEAC, alasannya karena MacArthur ingin langsung menyerbu kepulauan Jepang dengan seluruh pasukannya. Serah terima resmi kedua komando utama sekutu ini,  baru terlaksana pada 15 Agustus 1945, setelah Jepang Menyerah.

Dibentuknya AFNEI

Daerah yang menjadi tanggung jawab SEAC diantaranya Myanmar, Thailand, Indo-Cina, dan Semenanjung Tanah Melayu. Khusus untuk daerah Indonesia, dibentuklah AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) dengan pimpinannya Letnan Jenderal Sir Philips Christison. Sebelum pasukan ini melancarkan serangan, ternyata Jepang sudah menyerah lebih dulu, hingga akhirnya tugas AFNEI dialihkan menjadi tugas administratif. 

Untuk menjalankan tugas ini ternyata tidak cukup hanya dengan 1 divisi saja, hingga akhirnya diputuskanlah untuk mengerahkan 3 divisi yaitu, Divisi India ke-26 untuk daerah Sumatera, lalu Divisi India ke-23 untuk Jawa Barat, dan Divisi India ke-5 untuk daerah Jawa Timur. 

Kedatangan tentara Sekutu ini disikapi dengan netral oleh pihak Indonesia karena hanya bertugas untuk membebaskan tawanan perang dan interniran serta melucuti pasukan Jepang. Namun hal ini ternyata tidak sepenuhnya benar, setelah diketahui ternyata Sekutu datang dengan membawa serdadu dan aparat Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang tanpa ragu menyatakan untuk bermaksud menegakkan kembali pemerintahan Hindia-Belanda, ketegangan pun mulai terjadi. 

Kondisi berangsur memburuk karena NICA langsung mempersenjatai pasukan KNIL yang baru dibebaskan dari tahanan Jepang itu. Anggota KNIL kemudian merusuh di kota-kota yang diduduki oleh sekutu seperti Jakarta dan Bandung

Mereka bahkan melakukan upaya pembunuhan terhadap Sutan Sjahrir (Perdana Menteri) dan Amir Sjarifuddin (Menteri Penerangan). Tak cukup sampai disitu, mereka pun melakukan teror-teror terhadap masyarakat dengan memakai seragam Sekutu. Kondisi inilah yang kemudian memaksa ibu kota negara dipindahkan tuk sementara ke Yogyakarta.

Pihak Indonesia menganggap Sekutu melindungi kepentingan Belanda. Alhasil bentrokan-bentrokan pun semakin tidak bisa dihindari yang bahkan melebar menjadi sebuah pertempuran. Dari serangkaian peristiwa pertempuran yang terjadi akibat hal ini, salah satunya pertempuran di Kota bandung, yang lebih kita kenal dengan peristiwa Bandung Lautan Api.

Pemicu Peristiwa Bandung Lautan Api   

Tanggal 12 Oktober 1945, pasukan Inggris tiba di Bandung yang merupakan bagian dari Brigade MacDonald. Sejak awal mereka datang, kondisi dengan pihak Indonesia memang sudah menegang. Mereka memberi instruksi agar senjata yang dipegang oleh masyarakat kecuali TKR dan Polisi harus diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tahanan, langsung membuat onar di Bandung, yang akhirnya menimbulkan bentrokan senjata antara TKR dan Sekutu. 

Tanggal 24 November 1945, pada malam hari TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian Utara, termasuk hotel Homan dan hotel Preanger yang mereka jadikan sebagai markas. 

Ultimatum MacDonald

Tiga hari setelah itu, MacDonald menyatakan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar bagian Bandung Utara dikosongkan, oleh masyarakat, dan pasukan bersenjata. Ultimatum ini harus dijalankan selambat-lambatnya pada 9 November 1945 pukul 12.00. Inggris bermaksud membagi Bandung menjadi dua, bagian selatan di bawah kekuasaan Indonesia, dan bagian utara di bawah kekuasaan mereka.

Alih-alih mematuhi ultimatum ini, pasukan Indonesia malah mendirikan pos-pos gerilya di berbagai daerah. Sepanjang bulan Desember, bentrokan senjata pun sudah tidak bisa dihindari, terjadi beberapa peperangan pada bulan itu, antaranya di Cihaurgeulis, Sukajadi, Pasir Kaliki, dan Viaduct. Inggris yang berusaha merebut Balai Besar Kereta Api , berhasil digagalkan, begitu juga upaya mereka membebaskan interniran Belanda di Ciater malah membuat mereka harus bertempur dengan pasukan Indonesia di Lengkong Besar. Bulan-bulan pertama 1946 ini menjadi ajang pertempuran yang sporadis di Kota bandung.

Selama pertempuran berlangsung, banyak serdadu India yang merupakan bagian dari pasukan Inggris melakukan desersi (melarikan diri) dan bergabung dengan pasukan Indonesia. Misalnya Kapten Mirza dengan pasukannya pada saat terjadi pertempuran di jalan Fokker (sekarang jalan Garuda) pada pertengahan Maret 1946. Setelah mengetahui adanya gerakan desersi, Inggris kemudian menelpon Panglima Divisi III yaitu Jenderal A.H Nasution untuk menyerahkan kembali pasukan India tersebut.

Inggris yang gagal dalam mencari penyelesaian dari serangan-serangan sporadis yang mereka hadapi di Bandung, mengambil langkah untuk melakukan ultimatum di tingkat nasional. 23 Maret 1946 mereka menyampaikan ultimatum kepada Perdana Menteri Sjahrir yang mengharuskan pasukan Indonesia meninggalkan daerah Bandung Selatan sejauh 10 sampai 11 KM dari pusat kota yang harus dilaksanakan selambat-lambatnya pada 24 Maret 1946 pukul 24:00. Sjahrir kemudian menugaskan Sjafruddin Prawiranegara, dan Jenderal Mayor Didi Kartasasmita untuk pergi ke Bandung dan menyampaikan ultimatum tersebut

Detik-detik Terjadinya Peristiwa Bandung lautan Api

Sore hari, 23 Maret 1946 A.H Nasution ikut dengan Didi Kartasasmita ke Jakarta dan menemui Sutan Sjahrir. Di Jakarta, Sjahrir menyampaikan kepada A.H Nasution untuk memenuhi ultimatum itu dengan alasan untuk keselamatan TRI. Menurut Sjahrir, TRI belum siap jika harus bertempur dengan pasukan Inggris. Esok harinya ia kembali ke Bandung, dan meminta agar ultimatum itu bisa diundur batas waktunya. Pihak Inggris menolak, dan lebih memilih untuk menawarkan bantuan berupa truk sebanyak 100 unit untuk proses pengosongan Bandung Selatan. Namun bantuan itu ditolak oleh A.H Nasution.

Dalam pertemuan yang diadakan Nasution dengan para komandan TKI, para pemimpin laskar dan aparat pemerintahan, mereka mencapai kesepakatan untuk membumihanguskan Bandung sebelum pergi. Mereka lebih rela Kota tercinta ini dibakar daripada dimanfaatkan oleh pihak sekutu yang rencananya akan menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer mereka.

Rencana awal Bandung akan dibumihanguskan pada pukul 24.00 tanggal 24 Maret 1946, namun ternyata bumi hangus dilakukan lebih awal pada pukul 21.00. Gedung yang pertama kali diledakkan adalah Bank Rakyat, dilanjutkan dengan pembakaran beberapa tempat seperti Banceuy, Cicadas, Braga, dan Tegallega. Anggota TRI pun membakar asrama-asrama mereka sendiri. Sambil terus membumihanguskan seisi kota, pasukan TRI bersama dengan ribuan rakyat meninggalkan Kota bandung, bersa dengan terbakarnya kota mereka.      

Sumber

  1. Poesponegoro, Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka.